PENDIDIKAN ISLAM
PADA ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA, JEPANG
DAN KEMERDEKAAN INDONESIA
A.
ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Sejarah
perkembangan Islam di Indonesia memberi gambaran kepada kita bahwa kontak
pertama antara pengembangan agama Islam dan berbagai jenis kebudayaan dan
masyarakat di Indonesia, menunjukkan adanya semacam akomodasi kultural. Di
samping melalui pembenturan dalam dunia dagang, sekarang juga menunjukkan bahwa
penyebaran Islam kadang-kadang terjadi pula dalam suatu relasi intelektual,
ketika ilmu-ilmu dipertentangkan atau dipertemukan, ataupun ketika kepercayaan
pada dunia lama mulai menurun.
Oleh karena
itu, kedatangan kaum kolonial Belanda berhasil menancapkan kukunya di bumi Nusantara
dengan misi gandanya, (Imperialisme dan Kristenisasi) sangat
merusak dan menjungkirbalikkan tatanan yang sudah ada.
Memang diakui
bahwa Belanda cukup banyak mewarnai perjalanan sejarah (Islam) di Indonesia.
Cukup banyak peristiwa dan pengalaman yang dicatat Belanda sejak awal
kedatangannya di Indonesia, baik sebagai pedagang perseorangan, ataupun ketika
diorganisasikan dalam bentuk kongsi dagang yang bernama VOC, atau juga sebagai
aparat pemerintah yang berkuasa dan menjajah. Oleh sebab itu, wajar bila
kehadiran mereka selalu mendapat tantangan dan perlawanan dari penduduk
pribumi, raja-raja dan tokoh-tokoh agama setempat. Mereka menyadari bahwa untuk
mempertahankan kekuasaannya di Indonesia, mereka harus berusaha memahami dan
mengerti seluk-beluk penduduk pribumi yang dikuasainya Mereka pun tahu bahwa
penduduk yang dijajahnya mayoritas beragama Islam.
Apa yang mereka
sebut pembaharuan pendidikan, tidak lain adalah Westernisasi dan Kristenisasi,
yang kesemuanya dilakukan untuk kepentingan Barat dan Nasarani. Dua motif
inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajahan Belanda di Indonesia yang
berlangsung selama 3,5 abad.
K.H. Zainuddin
Zuhri menggambarkan bahwa rakyat Indonesia yang mayoritas umat Islam tidak
memandang orang-orang Barat tersebut melainkan sebagai penakluk dan penjajah.
Dalam dada penjajah tersebut terdapat ajaran dari politikus curang dan licik
Machiavelli, yang antara lain mengajarkan:
1.
Agama
sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah (kolonial);
2.
Agama
tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukkan rakyat;
3.
Setiap
aliran agama dianggap palsu oleh penduduk yang bersangkutan harus dimanfaatkan
untuk memecahbelah dan mendorong mereka agar mencari bantuan kepada pemerintah;
4.
Janji
dengan rakyat tak perlu ditepati jika merugikan;
5.
Tujuan
dapat menghalalkan segala cara.
Demikianlah, Jan
Pieter Zoon Coen (1587-1929) dengan meriah dan politik Machiavelli-nya
menduduki Jakarta yang dulu bernama Batavia. Namun, orang-orang pribumi tidak
tinggal diam. Meskipun Belanda baru mengepakkan sayapnya sebagai kolonial,
mereka sudah ditantang dan dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang dikenal
dengan gelar Sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panotogama.
1.
Pendidikan Islam Sebelum Tahun 1900
Sebelum tahun
1900, kita mengenal pendidikan Islam secara perseorangan, melalui rumah tangga
dan surau/langgar atau masjid. Pendidikan secara perseorangan dan rumah tangga
lebih mengutamakan pelajaran praktis, misalnya tentang ketuhanan, keimanan dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan ibadah. Belum ada pemisahan mata
pelajaran tertentu dan pelajaran yang diberikan pun belum sistematis.
Pendidikan
Islam pada masa ini bercirikan hal-hal sebagai berikut:
a)
Pelajaran
diberikan satu demi satu;
b)
Pelajaran
ilmu Sharaf didahulukan dari ilmu Nahwu;
c)
Buku
pelajaran pada mulanya dikarang oleh ulama Indonesia dan diterjemahkan ke dalam
bahasa daerah setempat;
d)
Kitab
yang digunakan umumnya ditulis tangan;
e)
Pelajaran
suatu ilmu hanya diajarkan dalam satu macam buku saja;
f)
Toko
buku belum ada, yang ada hanyalah menyalin buku dengan tulis tangan;
g)
Karena
terbatasnya bacaan, materi ilmu agama sangat sedikit;
h)
Belum
lahir aliran baru dalam Islam. (M. Yunus, 1985)
2.
Pendidikan Islam Pada Masa Peralihan (1900-1908)
Pada masa
peralihan ini telah banyak berdiri tempat pendidikan Islam terkenal di Sumatera,
seperti Surau Parabek Bukit Tinggi (1908) yang didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Parabek
dan di Pulau Jawa seperti Pesantren Tebuireng, namun sistem madrasah belum
dikenal.
Adapun
pelajaran agama Islam pada masa peralihan ini bercirikan hal-hal sebagai
berikut:
a)
Pelajaran
untuk dua sampai enam ilmu dihimpun secara sekaligus;
b)
Pelajaran
ilmu Nahwu atau disamakan dengan ilmu Sharaf;
c)
Semua
buku pelajaran merupakan karangan ulama Islam kuno dan dalam bahasa Arab;
d)
Semua
buku dicetak;
e)
Suatu
ilmu diajarkan dari beberapa macam buku; rendah, menengah, dan tinggi;
f)
Telah
ada toko buku yang memesan buku-buku dari Mesir atau Mekah;
g)
Ilmu
agama telah berkembang luas berkat banyaknya buku bacaan;
h)
Aliran
baru dalam Islam seperti yang dibawa oleh majalah Al-Manar di Mesir
mulai lahir.
Pada waktu itu
kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam Indonesia
sangat ketat. Di samping itu, juga pemerintah kolonial gencar mempropagandakan
pendidikan yang mereka kelola, yaitu pendidikan yang membedakan antara golongan
priyayi atau pejabat bahkan yang beragama Kristen.
3.
Pendidikan Islam Sesudah Tahun 1909
Gaung isu
nasionalisme merambah kemana-mana, ini berkat tampilnya Budi Utomo pada tahun
1908, yang menyadarkan bangsa Indonesia, bahwa perjuangan bangsa Indonesia yang
selama ini cuma mengandalkan kekuatan dan kedaerahan tanpa memperhatikan
persatuan sulit untuk mencapai keberhasilan. Karena itulah, sejak tahun 1908
timbul kesadaran baru dari bangsa Indonesia untuk memperkuat persatuan.
Sistem madrasah
baru dikenal pada permulaan abad ke 20. Sistem ini membawa pembaharuan, antara
lain:
a)
Perubahan
sistem pengajaran dari perseorangan atau Sorogan menjadi Klasikal;
b)
Pengajaran
pengetahuan umum di samping pengetahuan agama dan bahasa Arab.
B.
ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Jepang muncul
sebagai Negara kuat di asia. Bangsa Jepang bercita-cita menjadi pemimpin Asia
Timur Raya, dan hal ini sudah direncanakan Jepang sejak tahun 1940 untuk
mendirikan kemakmuran bersama Asia Raya. Menurut rencana tersebut, Jepang ingin
menjadi pusat suatu lingkungan yang berpengaruh atas daerah-daerah Mansyuria, Daratan
Cina, Kepulauan Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Indo Cina dan Rusia.
1.
Tujuan Persekolahan Secara Umum
Pendidikan pada
zaman Jepang disebut “Hakko Ichiu”, yakni mengajak bangsa Indonesia
bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena
itu, setiap hari pelajar terutama pada pagi hari harus mengucapkan sumpah setia
kepada Kaisar Jepang, lalu dilatih kemiliteran. Sistem persekolahan di zaman
pendudukan Jepang banyak berbeda dengan penjajahan Belanda.
Sekolah-sekolah
yang ada pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang. Segala upaya
ditujukan untuk kepentingan perang. Murid-murid hanya mendapat pengetahuan yang
sedikit sekali. Hampir sepanjang hari, mereka mengikuti kegiatan latihan perang
atau bekerja.
Kegiatan-kegiatan
sekolah antara lain:
1)
Mengumpulkan
batu, pasir untuk kepentingan perang;
2)
Membersihkan
bengkel-bengkel, sarana-sarana militer;
3)
Menanam
ubi-ubian, sayur-sayuran di pekarangan sekolah untuk persediaan makanan;
4)
Menanam
pohon jarak untuk bahan pelumas.
Kendati
demikian, ada beberapa hal yang perlu dicatat pada zaman Jepang ini, yaitu
terjadinya perubahan yang cukup mendasar di bidang pendidikan, dan hal ini
penting sekali artinya bagi bangsa Indonesia, diantaranya ialah:
1)
Dihapuskannya
dualisme pengajaran; berbagai macam jenis sekolah rendah, yang dahulunya
diselenggarakan pada zaman Belanda, dihapuskan sama sekali. Habislah riwayat
susunan pengajaran Belanda yang dualistis itu, yang membedakan dua jenis
pengjaran, yakni pengajaran Barat dan pengajaran Bumi Putra.
2)
Pemakaian
bahasa Indonesia; pemakaian bahasa Indonesia baik sebagai bahasa resmi maupun
sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah, telah dilaksanakan.
2.
Sikap Jepang Terhadap Pendidikan Islam
Sikap penjajah
Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak sehingga ruang gerak
pendidikan Islam lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan kolonial
Belanda. Terlebih-lebih pada tahap permulaan, pemerintah Jepang menampakkan
diri seakan-akan membela kepentingan Islam. Untuk mendekati umat Islam, mereka
menempuh beberapa kebijaksanaan berikut.
a)
Kantor
Urusan Agama (KUA)
b)
Pembentukkan
Masyumi
c)
Terbentuknya
Hizbullah
Namun dibalik
kekejaman Jepang terdapat pula hal-hal yang sangat menguntungkan. Drs. Ary H. Gunawan
merinci keuntungan-keuntungan pada zaman Jepang, khususnya di bidang
pendidikan.
a)
Bahasa
Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia, baik sebagai
bahasa pergaulan, pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah. Istilah-istilah baru
diciptakan dan diadopsi dari berbagai bahasa yang mantap untuk berbagai
keperluan, termasuk ejaannya.
b)
Buku-buku
dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia,
dengan mengabaikan hak cipta internasional karena dalam suasana perang. Bahasa
asing yang dibenarkan dipergunakan di Indonesia hanyalah bahasa Jepang.
c)
Kreativitas
guru-guru semakin berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan
menyadur atau mengarang sendiri, termasuk kreativitas untuk menciptakan alat
peraga dan model dengan bahan dan alat yang tersedia.
d)
Seni
bela diri dan latihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah
telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna
dalam perang kemerdekaan yang terjadi demikian. Termasuk juga Seinendan,
Keibodan, Heiho dan Peta, yang telah terlatih
mempergunakan senjata api.
e)
Diskriminasi
menurut golongan penduduk, keturunan dan agama ditiadakan sehingga semua
lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan.
Sekolah-sekolah diseragamkan dan sekolah-sekolah swasta dinegerikan serta
berkembang di bawah pengaturan kantor pengajaran “Bunkyo Kyoku”.
f)
Karena
pengaruh indoktrinasi yang ketat untuk menjepangkan rakyat Indonesia, perasaan
rindu pada kebudayaan sendiri dan kemerdekaan nasional berkembang dan
bergejolak secara luar biasa.
g)
Bangsa
Indonesia dididik dan dilatih untuk memegang jabatan walaupun di bawah
pengawasan orang-orang Jepang. (Gunawan, 1986: 29-30)
3.
Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
Pada masa
pendudukan Jepang, ada satu keistimewaan dalam dunia pendidikan.
Sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan. Adapun sekolah-sekolah
swasta, seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain diizinkan terus
berkembang, tetapi masih diatur dan diselenggarakan oleh pendudukan Jepang.
A.
PENDIDIKAN
ISLAM ZAMAN KEMERDEKAAN
1.
Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan I (1945-1965)
Setelah
Indonesia merdeka, pengelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius
dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai
dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan
oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945.
Badan ini menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah
satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah
berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah mendapat perhatian
dan bantuan material dari pemerintah.
2.
Pengintegrasian Pelajaran Agama dan Pelajaran Umum.
Ada dua cara
yang memungkinkan untuk menghubungkan mata pelajaran agama dengan mata
pelajaran umum, yaitu:
1)
Cara
Okasional; yaitu dengan cara bagian dari satu pelajaran dihubungkan dengan
bagian dan pelajaran lain bila ada kesempatan yang baik. Hubungan secara Okasional
ini biasanya disebut juga Korelasi. Hal ini sejalan dengan prinsip kurikulum Korelasi,
misalnya pada waktu membicarakan pelajaran Fiqih tentang hukum makanan dan
minuman, guru dapat menghubungkannya dengan pendidikan kesehatan.
2)
Cara
Sistematis; yaitu dengan cara bahan-bahan pelajaran itu dihubungkan lebih
dahulu menurut rencana tertentu sehingga bahan-bahan itu seakan-akan merupakan
satu kesatuan yang terpadu. Hal itu disebut konsentrasi sistematis sebagian dan
konsentrasi sistematis total.
Pengintegrasian
pendidikan agama dan pendidikan umum ke dalam sistem pendidikan nasional
berawal dengan adanya SKB, dan sudah dilaksanakan sebelum kelahiran UU No. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Demikianlah
mengenai pengintegrasian pendidikan agama ke pendidikan umum yang tujuannya
memantapkan sekolah atau madrasah yang dilaksanakan Departemen Agama.
¶
PENUTUP
Pendidikan
Islam pada zaman penjajahan Belanda. Kebijakan pemerintah kolonial Belanda
terhadap pendidikan Islam mendapat pengawasan yang sangat ketat. Dan pemerintah
kolonial gencar mempropagandakan pendidikan yang mereka kelola, yaitu
pendidikan yang membedakan antara golongan priyayi atau pejabat bahkan yang
beragama Kristen.
Pendidikan
Islam pada zaman penjajahan Jepang. Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan
Islam ternyata lebih lunak sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas
ketimbang pada zaman pemerintah kolonial Belanda. Terlebih-lebih pada tahap
permulaan, pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan
Islam. Untuk mendekati umat Islam, mereka menempuh beberapa kebijaksanaan
mendirikan Kantor Urusan Agama (KUA), pembentukan Masyumi dan Hizbullah.
Pendidikan
Islam pada zaman Kemerdekaan. Penyelenggaraan pendidikan agama mendapat
perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Dan
diterapkannya pengintegrasian (pembauran) pendidikan agama dan pendidikan umum.
J?J
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Hj. Enung K. Rukiati, Dra.
Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Pustaka Setia,
Bandung: 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar