KEWAJIBAN
KELUARGA TERHADAP ORANG SAKIT,
DAN
PENYELESAIAN URUSAN JENAZAH SECARA ISLAM
A.
Kewajiban
Keluarga Terhadap Orang Sakit
Menjenguk Orang
Sakit dan Hukumnya
Sesungguhnya
perubahan merupakan salah satu gejala
umum bagi makhluk di
alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Karena itu, makhluk-makhluk
ini senantiasa menghadapi kondisi sehat dan sakit, yang berujung pada kematian.
Adapun
manusia adalah makhluk
hidup yang tertinggi peringkatnya, karena itu
tidaklah mengherankan bila
manusia ditimpa berbagai hal. Bahkan ia lebih banyak menjadi sasaran musibah
tersebut dibandingkan makhluk lainnya,
karena adanya faktor kemauan
dan faktor alami
yang mempengaruhi kehidupannya.
Oleh karena
itu, syariat Islam menganggap penyakit atau
sakit merupakan fenomena yang
biasa dalam kehidupan manusia, mereka diuji dengan penyakit sebagaimana
diuji dengan penderitaan lainnya, sesuai dengan sunnah dan undang-undang yang
mengatur alam semesta dan tata kehidupan manusia.
Orang sakit adalah orang yang lemah, yang memerlukan perlindungan dan sandaran. Perlindungan (pemeliharaan, penjagaan) atau sandaran itu tidak hanya berupa materiil sebagaimana anggapan banyak orang, melainkan dalam bentuk materiil dan spiritual sekaligus.
Karena itulah menjenguk orang sakit termasuk dalam bab tersebut. Menjenguk si sakit ini memberi perasaan kepadanya bahwa orang di sekitarnya (yang menjenguknya) menaruh
perhatian kepadanya, cinta kepadanya, menaruh keinginan kepadanya, dan mengharapkan agar dia segera sembuh. Faktor-faktor spiritual ini akan memberikan kekuatan dalam jiwanya untuk melawan serangan penyakit lahiriah. Oleh sebab itu, menjenguk orang sakit, menanyakan keadaannya, dan mendoakannya merupakan bagian dari pengobatan menurut orang-orang yang mengert. Maka pengobatan tidak seluruhnya bersifat materiil (kebendaan). Karena itu, hadits-hadits Nabawi menganjurkan "menjenguk orang sakit"
Dari abu musa al-asy’ary radhiyallahu ‘anhu berkata, “rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, berilah makan orang yang kelaparan,
jenguklah orang yang terbaring sakit dan lepaskanlah tawanan.” (h.r. bukhari)
Dari abu musa r.a. berkata, bersabda Rasulullah saw.: jenguklah
orang sakit, dan berikanlah makanan kepada orang yang lapar, dan bebaskanlah
tawanan. (h.r. bukhari)
Hak orang islam terhadap orang islam lainnya ada enam: 1. Apabila
engkau berjumpa dengannya berilah salam kepadanya. 2. Apabila ia mengundangmu
penuhilah undangnnya itu. 3. Apabila ia meminta nasehat kepadamu, nasehatilah
dia. 4. Apabila ia bersin, lalu memuji allah, maka doakanlah ia olehmu. 5.
Apabila ia sakit, tengoklah ia, dan apabila ia meninggal dunia, maka
iringkanlah dia. (h.r. muslim)
Menjenguk orang yang terbaring sakit. Sebagian ulama telah
menetapkan menjenguk orang sakit ini sebagai fardhu kifayah, seperti halnya
memberi makan orang yang kelaparan dan membebaskan tawanan. Jumhur ulama
berpendapat bahwa menjenguk ini pada dasarnya hukumnya sunnah. Namun pada
perkembangannya ia menjadi wajib di beberapa kalangan tertentu.
Perintah menjenguk orang sakit mengandung hikmah, dapat meringankan
beban mental keluarganya, sebagai ungkapan kasih sayang, mengingatkan manusia
akan mati, memberikan dorongan kejiwaan dan menghibur, dan lain-lain.
Siapa yang tidak berbelas kasih kepada manusia, niscaya allah tidak
berbelas kasih pula kepadanya. (h.r. bukhari)
Keutamaan Dan Pahala Menjenguk Orang Sakit
Diantara yang memperkuat kesunnahan menjenguk orang sakit ialah adanya hadits-hadits yang menerangkan keutamaan dan pahala orang yang melaksanakannya, misalnya:
Hadits Tsauban yang marfu' (dari Nabi saw.):
"Sesungguhnya apabila seorang muslim menjenguk orang muslim lainnya, maka ia berada di dalam khurfatul jannah."7
Dalam riwayat lain ditanyakan kepada Rasulullah saw.: "Wahai Rasulullah, apakah khurfatul jannah itu?" Beliau menjawab, "Yaitu taman buah surga."
Diriwayatkan dari Ali r.a., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Tiada seorang muslim yang menjenguk orang muslim lainnya pada pagi hari kecuali ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga sore hari; dan jika ia menjenguknya pada sore hari maka ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga pagi hari, dan baginya kurma yang dipetik di taman surga." (HR Tirmidzi, dan beliauberkata, "Hadits hasan.") Al-Hafizh berkata, "Adab menjenguk orang sakit ada sepuluh, di antaranya ada yang tidak khusus untuk menjenguk orang sakit;
1. Jangan meminta izin masuk dari depan pintu (tengah-tengah).
2. Jangan mengetuk pintu terlalu pelan.
3. Jangan menyebutkan identitas diri secara tidak jelas, misalnya dengan mengatakan "saya," tanpa menyebut namanya.
4. Jangan berkunjung pada waktu yang tidak layak untuk berkunjung, seperti pada waktu si sakit minum obat, atau waktu mengganti pembalut luka, waktu tidur, atau waktu istirahat.
5. Jangan terlalu lama (kecuali bagi orang yang mempunyai hubungan khusus dengan si sakit seperti yang saya sebutkan di atas).
6. Menundukkan pandangan (apabila di tempat itu terdapat wanita yang bukan mahramnya).
7. Jangan menakut-nakuti si sakit atas penyakit yang dideritanya.
8. Jangan banyak bertanya, dan hendaklah menampakkan rasa belas kasihan.
9. Mendoakannya dengan ikhlas.
10. Menimbulkan optimisme kepada si sakit.
11. Menganjurkannya berlaku sabar, karena sabar itu besar pahalanya, dan melarangnya berkeluh kesah, karena berkeluh-kesah itu dosa."26
Menjampi Si Sakit Dan Syarat-Syaratnya
Diantara hal yang berdekatan dengan bab ini ialah jampi-jampi syar'iyah yang bersih dari syirik, terutama yang diriwayatkan dari Rasulullah saw., dan khususnya jika dilakukan oleh orang muslim yang saleh
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. apabila ada seseorang yang mengeluhkan sesuatu kepada beliau, atau terluka, maka beliau berbuat demikian dengan tangan beliau. Lalu Sufyan --yang meriwayatkan hadits-- meletakkan jari telunjuknya ke tanah, kemudian mengangkatnya kembali seraya mengucapkan:
"Dengan menyebut nama Allah, debu bumi kami, dengan ludah sebagian kami, disembuhkan dengannya orang sakit dari kami dengan izin Tuhan kami."42
Dari keterangan hadits ini dapat kita ketahui bahwa beliau mengambil ludah beliau sedikit dengan jari telunjuk beliau, lalu ditaruh di atas tanah (debu), dan debu yang melekat di jari tersebut beliau usapkan di tempat yang sakit atau luka, dan beliau ucapkan perkataan tersebut (jampi) pada waktu mengusap.
Keutamaan Kesabaran Keluarga Si Sakit
Keluarga si sakit wajib bersabar terhadap si sakit, jangan merasa sesak dada karenanya atau merasa bosan, lebih-lebih bila penyakitnya itu lama. Karena akan terasa lebih pedih dan lebih sakit dari penyakit itu sendiri jika si sakit merasa menjadi beban bagi keluarganya, lebih-lebih jika keluarga itu mengharapkan dia segera dipanggil ke rahmat Allah. Hal ini dapat dilihat dari raut wajah mereka, dari cahaya pandangan mereka, dan dari gaya bicara mereka.
Apabila kesabaran si sakit atas penyakit yang dideritanya akan mendapatkan pahala yang sangat besar --sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadits sahih-- maka kesabaran keluarga dan kerabatnya dalam merawat dan mengusahakan kesembuhannya tidak kalah besar pahalanya. Bahkan kadang-kadang melebihinya, karena kesabaran si sakit menyerupai kesabaran yang terpaksa, sedangkan kesabaran keluarganya merupakan kesabaran yang diikhtiarkan (diusahakan). Maksudnya, kesabaran si sakit merupakan kesabaran karena ditimpa cobaan, sedangkan kesabaran keluarganya merupakan kesabaran untuk berbuat baik.
Diantara orang yang paling wajib bersabar apabila keluarganya ditimpa sakit ialah suami atas istrinya, atau istri atas suaminya. Karena pada hakikatnya kehidupan adalah bunga dan duri, hembusan angin sepoi dan angin panas, kelezatan dan penderitaan, sehat dan sakit, perputaran dari satu kondisi ke kondisi lain. Oleh sebab itu, janganlah orang yang beragama dan berakhlak hanya mau menikmati istrinya ketika ia sehat tetapi merasa jenuh ketika ia menderita sakit. Ia hanya mau memakan dagingnya untuk membuang tulangnya, menghisap sarinya ketika masih muda lalu membuang kulitnya ketika lemah dan layu. Sikap seperti ini bukan sikap setia tidak termasuk mempergauli istri dengan baik, bukan akhlak lelaki yang bertanggung jawab, dan bukan perangai orang beriman.
Ketika Sekarat Dan Mendekati Kematian
Apabila keadaan si sakit sudah berakhir dan memasuki pintu maut --yakni saat-saat meninggalkan dunia dan menghadapi akhirat, yang diistilahkan dengan ihtidhar (detik-detik kematian/kedatangan tanda-tanda kematian)-- maka seyogianya keluarganya yang tercinta mengajarinya atau menuntunnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah (Tidak ada tuhan selain Allah) yang merupakan kalimat tauhid, kalimat ikhlas, dan kalimat takwa, juga merupakan perkataan paling utama yang diucapkan Nabi Muhammad saw. dan nabi-nabi sebelumnya.
Kalimat inilah yang digunakan seorang muslim untuk memasuki kehidupan dunia ketika ia dilahirkan dan diazankan di telinganya (bagi yang berpendapat demikian; Penj.), dan kalimat ini pula yang ia pergunakan untuk mengakhiri kehidupan dunia. Jadi, dia menghadapi atau memasuki kehidupan dengan kalimat tauhid dan meninggalkan kehidupan pun dengan kalimat tauhid.
Ulama-ulama kita mengatakan, "Yang lebih disukai untuk mendekati si sakit ialah famili yang paling sayang kepadanya, paling pandai mengatur, dan paling takwa kepada Tuhannya. Karena tujuannya adalah mengingatkan si sakit kepada Allah Ta'ala, bertobat dari maksiat, keluar dari kezaliman, dan agar berwasiat. Apabila ia melihat si sakit sudah mendekati ajalnya, hendaklah ia membasahi tenggorokannya dengan meneteskan air atau meminuminya dan membasahi kedua bibirnya dengan kapas, karena yang demikian dapat memadamkan kepedihannya dan memudahkannya mengucapkan kalimat syahadat."94
Hikmah menalkin kalimat syahadat ialah agar akhir ucapan ketika seseorang meninggal dunia adalah kalimat tersebut, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Hakim serta disahkan olehnya dari Mu'adz secara marfu':
"Barangsiapa yang akhir perkataannya kalimat laailaaha illallah, maka ia akan masuk surga."97
Ada dua macam pendapat dari para ulama mengenai cara menghadapkan orang sakit ke arah kiblat ini:
Pertama, ditelentangkan di atas punggungnya, kedua telapak kakinya ke arah kiblat, dan kepalanya diangkat sedikit agar wajahnya menghadap ke arah kiblat, seperti posisi orang yang dimandikan. Pendapat ini dipilih oleh beberapa imam dari mazhab Syafi'i, dan ini merupakan pendapat dalam mazhab Ahmad.
Kedua, miring ke kanan dengan menghadap kiblat, seperti posisi dalam liang lahad. Ini merupakan pendapat mazhab Abu Hanifah dan Imam Malik, dan nash Imam Syafi'i dalam al-Buwaithi, dan pendapat yang mu'tamad (valid) dalam mazhab Imam Ahmad.
Sebagian ulama memperbolehkan kedua cara tersebut, mana yang lebih mudah. Sedangkan Imam Nawawi membenarkan pendapat yang kedua, kecuali jika tidak memungkinkan cara itu karena tempatnya yang sempit atau lainnya, maka pada waktu itu boleh dimiringkan ke kiri dengan menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka di atas tengkuknya atau punggungnya.102
Berbaik Sangka kepada Allah Ta'ala
Disukai bagi si sakit --khususnya bagi yang telah kedatangan tanda-tanda mendekati kematian-- untuk berprasangka baik kepada Allah Ta'ala. Dalam arti, pengharapannya kepada rahmat Allah melebihi perasaan takutnya kepada azab-Nya, selalu mengingat betapa besar kemurahan-Nya, betapa indah pengampunan-Nya, betapa luas rahmat-Nya, betapa sempurna karunia-Nya, dikedepankan-Nya kebaikan dan kebajikan-Nya, membayangkan apa yang dijanjikan-Nya kepada ahli tauhid dan rahmat yang disediakan-Nya untuk mereka pada hari kiamat.
Jabir meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda:
"Jangan sekali-kali salah seorang diantara kamu meninggal dunia melainkan dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah Ta'ala."90
Hal ini diperkuat oleh hadits qudsi yang telah disepakati kesahihannya, bahwa Allah berfirman: "Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku."91
Apa Yang Harus Dilakukan Setelah Mati?
Ada beberapa adab syar'iyah yang harus dilakukan secara langsung setelah mati dan sebelum dimandikan yang perlu saya kemukakan disini, karena berkaitan dengan saat ihtidhar (menghadapi kematian). Selain itu, banyak hal yang memerlukan penanganan dokter yang merawatnya, sebab kadang-kadang si sakit meninggal dunia di hadapannya. Apakah yang harus dilakukan saat itu?
Pertama: dipejamkan kedua matanya, mengingat hadits yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa Rasulullah saw. pernah masuk ke tempat Abu Salamah setelah dia meninggal dunia dan matanya dalam keadaan terbuka, lalu beliau memejamkannya seraya bersabda:
"Sesungguhnya ruh apabila dicabut, ia diikuti oleh pandangan."105
Disamping itu, apabila kedua matanya tidak dipejamkan maka akan terbuka dan melotot, sehingga timbul anggapan yang buruk.
Kedua: diikat janggutnya (dagunya) dengan bebat yang lebar yang dapat mengenai seluruh dagunya, dan diikatkan dengan bagian atas kepalanya, supaya mulutnya tidak terbuka.
Ketiga: dilemaskan persendian atau pergelangan-pergelangannya, yaitu dilipat lengannya ke pangkal lengannya, kemudian dijulurkan lagi; dilipat (ditekuk) betisnya ke pahanya, dan pahanya ke perutnya, kemudian dikembalikan lagi; demikian juga jari-jemarinya dilemaskan supaya lebih mudah memandikannya. Sebab beberapa saat setelah menghembuskan napas terakhir badan seseorang masih hangat, sehingga jika sendi-sendinya dilemaskan pada saat itu ia akan menjadi lemas. Tetapi jika tidak segera dilemaskan, tidak mungkin dapat melemaskannya sesudah itu.
Keempat: dilepas pakaiannya, agar badannya tidak cepat rusak dan berubah karena panas, selain kadang-kadang keluar kotoran (najis) yang akan mengotorinya.
Kelima: diselimuti dengan kain yang dapat menutupinya, berdasarkan riwayat Aisyah bahwa Nabi saw. ketika wafat diselimuti dengan selimut yang bergaris-garis.106
Keenam: di atas perutnya ditaruh suatu beban yang sesuai agar tidak mengembung.
Para ulama mengatakan, "Yang melakukan hal-hal ini hendaklah orang yang lebih lemah lembut di antara keluarga dan mahramnya dengan cara yang paling mudah."107
B.
Penyelesaian
Urusan Jenazah Secara Islam
Apabila seorang muslim meninggal dunia, ada dua kewajiban yang
harus segera diselesaikan oleh pihak yang masih hidup, yaitu pertama kewajiban
terhadap jenazah, dan kedua kewajiban terhadap harta waris.
Kewajiban kaum muslimin yang masih hidup terhadap jenazah terdiri
dari empat macam, yang empat-empatnya termasuk fardhu kifayah. Kewajiban itu
adalah:
1.
Memandikan
2.
Mengkafani
(membungkus)
3.
Menyalatkan
(menyembahyangkan)
4.
Menguburkan
(mengebumikan).
1.
Cara
memandikan jenazah
a. Jenazah ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sengatan matahari, hujan, atau pandangan orang banyak. Diletakkan pada tempat yang lebih tinggi, seperti dipan atau balai-balai.
b. Jenazah diberikan pakaian (pakaian basahan), seperti sarung atau kain supaya memudahkan memandikannya, dan auratnya tetap tertutup. Hendaknya yang memandikan memakai sarung tangan.
c. Air untuk memandikan jenazah hendaknya air dingin, kecuali dalam keadaan darurat, misalnya di daerah yang sangat dingin atau karena sebab-sebab lain.
d. Setelah segala keperluan mandi disiapkan, maka langkah-langkah memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
1. Kotoran dan najis yang melekat pada anggota badan jenazah dibersihkan sampai hilang najis dan kotorannya.
2. Jenazah diangkat (agak didudukkan), perutnya diurut supaya kotoran yang mungkin ada di perutnya keluar.
3. Kotoran yang ada pada kuku-kuku jari tangan dan kaki dibersihkan, termasuk kotoran yang ada di mulut atau di gigi.
4. Menyiramkan air ke seluruh badan sampai merata, dimulai dari ujung rambut terus ke bawah sampai kaki.
5. Mendahulukan anggota-anggota wudhu pada waktu menyiramkan air.
6. Menyiramkan dan memandikannya disunnahkan tiga kali dengan urutan seluruh tubuh disiram basah, segera memakai sabun sampai bersih dan benar, sesudah itu diwudhukan yang sempurna dan terakhir disiram dengan air dicampur dengan kapur barus atau lainnya yang benar-benar wangi.
Orang yang berhak memandikan jenazah
a.
Jenazah
laki-laki, yang berhak memandikan adalah anak laki-lakinya atau orang laki-laki
lain. Perempuan tidak diperbolehkan, kecuali istri, anak perempuan, atau
muhrimnya.
b.
Jenazah
perempuan, yang berhak memandikan adalah anak perempuannya atau perempuan lain.
Laki-laki tidak boleh kecuali suami, anak laki-laki, atau muhrimnya.
c.
Jenazah
anak-anak belum dewasa, yang memandikan boleh orang laki-laki atau perempuan.
Apabila anggota badan jenazah terdapat cacat, maka orang yang memandikan harus
merahasiakan hal tersebut, demi nama baik keluarga jenazah tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa jenazah yang akan
dimandikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)
Jenazah
itu orang muslim atau muslimah.
b)
Badannya,
anggota badannya masih ada sekalipun hanya sedikit atau sebagian.
c)
Jenazah
itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela Islam) karena orang yang
mati syahid tidak wajib dimandikan.
2.
Mengkafani
jenazah
Perlu diketahui bahwa kain kafan yang digunakan untuk jenazah
laki-laki berjumlah tiga lapis, yang setiap lapis ukurannya sama, yaitu sampai
menutupi seluruh badan jenazah. Sedangkan kain kafan untuk jenazah perempuan
sebanyak lima lapis, yang terdiri dari kain bawah (sejenis rok) untuk menutupi sekitar
kemaluan jenazah, baju tanpa jahitan, tutup kepala, kerudung atau cadar, dan
yang terakhir kain yang dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Tata cara mengkafani jenazah:
a.
Semua
perlengkapan untuk mengkafani harus disiapkan, seperti kain kafan, tikar,
kapas, kapur barus, dan minyak wangi.
b.
Tikar
harus dihamparkan ketika jenazah siap dikafani.
c.
Tali
pengikat bungkus jenazah harus diletakkan di tempat yang pas dengan posisi
jenazah.
d.
Hamparkan
kain kafan lapis yang pertama.
e.
Taburi
kapur barus di atasnya.
f.
Hamparkan
kain kafan lapis kedua.
g.
Taburu
kapur barus di atasnya.
h.
Hamparkan
kain kafan lapis ketiga.
i.
Taburi
kapur barus di atasnya.
j.
Jenazah
diletakkan di atas tumpukan kain kafan tersebut.
k.
Jika
jenazah perempuan, maka pakaikanlah sarung, kerudung, dan ikat kepala.
l.
Tutupilah
etiap lubang di badan mayat, seperti hidung, telinga, mulut, kemaluan, dubur
dan kukui dengan kapas.
m.
Tutupi
bagian tubuh yang lainnya juga dengan kapas, jika persediaan masih mencukupi.
n.
Bungkuslah
jenazah dengan kain kafan selapis demi selapis, sebaiknya lapisan sebelah kanan
didahulukan dari pada lapisan sebelah kiri.
o.
Setelah
selesai membungkus, ikatlah dengan tali yang telah disediakan di bawahnya.
p.
Sirami
sekujur tubuh mayat dengan minyak wangi, terutama bagian mukanya.
3.
Cara
menshalatkan jenazah.
Syarat-syarat menshalatkan jenazah:
a.
Menutupi
aurat dan suci dari hadats dan najis, baik pakaian, badan dan tempat yang
digunakan untuk menshalatkan.
b.
Menghadap
qiblat.
c.
Jenazah
yang akan dishalatkan susah dimandikan dan dikafani.
d.
Jenazah
harus diletakkan di arah qiblat orang yang menshalatkannya, kecuali
menshalatkan di atas kuburan atau shalat ghaib.
Rukun shalat jenazah:
a.
Berdiri
bagi yang mampu
b.
Berniat
melaksanakan shalat jenazah
c.
Takbir
empat kali, termasuk takbiratul ihram
d.
Membaca
surat al-fatihah setelah takbiratul ihram.
e.
Membaca
shalawat kepada nabi muhammad saw. Setelah takbir kedua
f.
Membaca
do’a untuk jenazah setelah takbir ketiga
g.
Membaca
do’a lagi setelah takbir keepat, yang diakhiri dengan salam.
4.
Cara
menguburkan jenazah
Langkah-langkah penguburan jenazah:
a.
Siapkan
lubang kuburan sesuai dengan ukuran jenazah
b.
Siapkan
padung atau kayu penutup liang lahat secukupnya
c.
Siapkan
batu nisan atau benda apa saja untuk digunakan sebagai tanda kuburan
d.
Siapkan
pasaran atau keranda jenazah
e.
Jenazah
diusung menuju kuburan
f.
Keranda
yang berisi jenazah di letakkan di sebelah qiblat
g.
Harus
ada dua orang yang siap menerima jenazah di dalam liang kubur
h.
Jenazah
diturunkan secara perlahan, dengan mendahulukan sebelah kaki dan sambil membaca
“bismillaahi wa ‘alaa millati rasuulillaah”
i.
Jenazah
dibaringkan dan dimiringkan ke arah qiblat
j.
Berilah
bantalan tanah liat di bawah kepala dan pipi jenazah, sehingga wajahnya tetap
menghadap qiblat
k.
Semua
tali pengikat, tali kain kafan harus dibuka
l.
Bukalah
juga kain kafan yang menutupi wajah dan kaki jenazah, sehingga kulit muka dan
kakinya bersentuhan langsung dengan tanah
m.
Tutuplah
liang lahat dengan kayu dan padung yang telah disediakan
n.
Timbunlah
liang kubur dengan tanah sehingga rapat kembali
o.
Setiap
orang yang hadir disunnahkan menaburkan tanah tiga kali sambil membaca doa
p.
Pasangkanlah
batu nisan sebelum liang kubur selesai ditimbun
q.
Bacakanlah
do’a bersama untuk jenazah
r.
Setelah
itu pulanglah para pengantar bersama-sama.
Hikmah pengurusan jenazah:
1.
Menumbuhkan
rasa kasih sayang
2.
Menumbuhkan
sikap hormat dan santun
3.
Membentuk
sikap yang beradab dan manusiawi
artikelnya sangat membantu :D
BalasHapus