Selasa, 15 Mei 2012

KEWAJIBAN KELUARGA TERHADAP ORANG SAKIT, DAN PENYELESAIAN URUSAN JENAZAH SECARA ISLAM


KEWAJIBAN KELUARGA TERHADAP ORANG SAKIT,
DAN PENYELESAIAN URUSAN JENAZAH SECARA ISLAM
A.      Kewajiban Keluarga Terhadap Orang Sakit
Menjenguk Orang Sakit dan Hukumnya
Sesungguhnya perubahan merupakan salah satu gejala  umum  bagi makhluk  di  alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Karena itu, makhluk-makhluk ini senantiasa menghadapi  kondisi  sehat dan sakit, yang berujung pada kematian.
Adapun   manusia   adalah   makhluk   hidup   yang   tertinggi peringkatnya, karena itu tidaklah  mengherankan  bila  manusia ditimpa  berbagai  hal. Bahkan ia lebih banyak menjadi sasaran musibah tersebut dibandingkan makhluk lainnya,  karena  adanya faktor    kemauan   dan   faktor   alami   yang   mempengaruhi kehidupannya.
Oleh karena itu, syariat Islam menganggap penyakit atau  sakit merupakan  fenomena yang biasa dalam kehidupan manusia, mereka diuji dengan penyakit  sebagaimana  diuji  dengan  penderitaan lainnya,  sesuai dengan sunnah dan undang-undang yang mengatur alam semesta dan tata kehidupan manusia.
Orang  sakit  adalah  orang  yang   lemah,   yang   memerlukan perlindungan   dan   sandaran.   Perlindungan   (pemeliharaan, penjagaan) atau  sandaran  itu  tidak  hanya  berupa  materiil sebagaimana  anggapan  banyak  orang,  melainkan  dalam bentuk materiil dan spiritual sekaligus.
Karena  itulah  menjenguk  orang  sakit  termasuk  dalam   bab tersebut.  Menjenguk  si  sakit ini memberi perasaan kepadanya bahwa  orang  di  sekitarnya   (yang   menjenguknya)   menaruh
perhatian   kepadanya,   cinta  kepadanya,  menaruh  keinginan kepadanya,  dan   mengharapkan   agar   dia   segera   sembuh. Faktor-faktor  spiritual  ini  akan  memberikan kekuatan dalam jiwanya untuk melawan serangan penyakit lahiriah.  Oleh  sebab itu,   menjenguk   orang  sakit,  menanyakan  keadaannya,  dan mendoakannya  merupakan   bagian   dari   pengobatan   menurut orang-orang  yang  mengert.  Maka pengobatan tidak seluruhnya bersifat materiil (kebendaan). Karena itu, hadits-hadits Nabawi menganjurkan "menjenguk orang sakit"
Dari abu musa al-asy’ary radhiyallahu ‘anhu berkata, “rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, berilah makan orang yang kelaparan, jenguklah orang yang terbaring sakit dan lepaskanlah tawanan.” (h.r. bukhari)
Dari abu musa r.a. berkata, bersabda Rasulullah saw.: jenguklah orang sakit, dan berikanlah makanan kepada orang yang lapar, dan bebaskanlah tawanan. (h.r. bukhari)
Hak orang islam terhadap orang islam lainnya ada enam: 1. Apabila engkau berjumpa dengannya berilah salam kepadanya. 2. Apabila ia mengundangmu penuhilah undangnnya itu. 3. Apabila ia meminta nasehat kepadamu, nasehatilah dia. 4. Apabila ia bersin, lalu memuji allah, maka doakanlah ia olehmu. 5. Apabila ia sakit, tengoklah ia, dan apabila ia meninggal dunia, maka iringkanlah dia. (h.r. muslim)
Menjenguk orang yang terbaring sakit. Sebagian ulama telah menetapkan menjenguk orang sakit ini sebagai fardhu kifayah, seperti halnya memberi makan orang yang kelaparan dan membebaskan tawanan. Jumhur ulama berpendapat bahwa menjenguk ini pada dasarnya hukumnya sunnah. Namun pada perkembangannya ia menjadi wajib di beberapa kalangan tertentu.
Perintah menjenguk orang sakit mengandung hikmah, dapat meringankan beban mental keluarganya, sebagai ungkapan kasih sayang, mengingatkan manusia akan mati, memberikan dorongan kejiwaan dan menghibur, dan lain-lain.
Siapa yang tidak berbelas kasih kepada manusia, niscaya allah tidak berbelas kasih pula kepadanya. (h.r. bukhari)
Keutamaan Dan Pahala Menjenguk Orang Sakit
Diantara yang  memperkuat  kesunnahan  menjenguk  orang  sakit ialah  adanya  hadits-hadits  yang  menerangkan  keutamaan dan pahala orang yang melaksanakannya, misalnya:
Hadits Tsauban yang marfu' (dari Nabi saw.):
"Sesungguhnya apabila seorang muslim menjenguk orang muslim lainnya, maka ia berada di dalam khurfatul jannah."7
Dalam riwayat lain ditanyakan kepada Rasulullah saw.: "Wahai Rasulullah, apakah khurfatul jannah itu?" Beliau menjawab, "Yaitu taman buah surga."
Diriwayatkan dari Ali  r.a.,  ia  berkata:  Saya  mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Tiada seorang muslim yang menjenguk orang muslim lainnya pada pagi hari kecuali ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga sore hari; dan jika ia menjenguknya pada sore hari maka ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga pagi hari, dan baginya kurma yang dipetik di taman surga." (HR Tirmidzi, dan beliauberkata, "Hadits hasan.") Al-Hafizh berkata, "Adab menjenguk orang sakit ada sepuluh, di antaranya ada yang tidak khusus untuk menjenguk orang sakit;
1.      Jangan meminta izin masuk dari depan pintu (tengah-tengah).
2.      Jangan mengetuk pintu terlalu pelan.
3.      Jangan menyebutkan identitas diri secara tidak jelas, misalnya dengan mengatakan "saya," tanpa menyebut namanya.
4.      Jangan berkunjung pada waktu yang tidak layak untuk berkunjung, seperti pada waktu si sakit minum obat, atau waktu mengganti pembalut luka, waktu tidur, atau waktu istirahat.
5.      Jangan terlalu lama (kecuali bagi orang yang mempunyai hubungan khusus dengan si sakit seperti yang saya sebutkan di atas).
6.      Menundukkan pandangan (apabila di tempat itu terdapat wanita yang bukan mahramnya).
7.      Jangan menakut-nakuti si sakit atas penyakit yang dideritanya.
8.      Jangan banyak bertanya, dan hendaklah menampakkan rasa belas kasihan.
9.      Mendoakannya dengan ikhlas.
10.  Menimbulkan optimisme kepada si sakit.
11.  Menganjurkannya berlaku sabar, karena sabar itu besar pahalanya, dan melarangnya berkeluh kesah, karena berkeluh-kesah itu dosa."26
 
Menjampi Si Sakit Dan Syarat-Syaratnya
Diantara hal yang berdekatan dengan bab ini ialah  jampi-jampi syar'iyah  yang bersih dari syirik, terutama yang diriwayatkan dari Rasulullah saw., dan khususnya jika dilakukan oleh  orang muslim yang saleh
Diriwayatkan  dari  Aisyah  bahwa  Rasulullah saw. apabila ada seseorang  yang  mengeluhkan  sesuatu  kepada   beliau,   atau terluka,  maka  beliau  berbuat demikian dengan tangan beliau. Lalu  Sufyan  --yang  meriwayatkan  hadits--  meletakkan  jari telunjuknya  ke  tanah,  kemudian mengangkatnya kembali seraya mengucapkan:
"Dengan menyebut nama Allah, debu bumi kami, dengan ludah sebagian kami, disembuhkan dengannya orang sakit dari kami dengan izin Tuhan kami."42
Dari keterangan hadits ini dapat  kita  ketahui  bahwa  beliau mengambil  ludah  beliau  sedikit dengan jari telunjuk beliau, lalu ditaruh di atas tanah (debu), dan debu  yang  melekat  di jari  tersebut  beliau usapkan di tempat yang sakit atau luka, dan beliau  ucapkan  perkataan  tersebut  (jampi)  pada  waktu mengusap.
Keutamaan Kesabaran Keluarga Si Sakit
Keluarga  si  sakit  wajib  bersabar terhadap si sakit, jangan merasa sesak dada karenanya  atau  merasa  bosan,  lebih-lebih bila  penyakitnya itu lama. Karena akan terasa lebih pedih dan lebih sakit dari penyakit itu sendiri  jika  si  sakit  merasa menjadi  beban bagi keluarganya, lebih-lebih jika keluarga itu mengharapkan dia segera dipanggil ke  rahmat  Allah.  Hal  ini dapat  dilihat  dari  raut wajah mereka, dari cahaya pandangan mereka, dan dari gaya bicara mereka.
Apabila kesabaran si sakit atas penyakit yang dideritanya akan mendapatkan pahala yang sangat besar --sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadits  sahih--  maka  kesabaran  keluarga  dan kerabatnya  dalam merawat dan mengusahakan kesembuhannya tidak kalah  besar  pahalanya.  Bahkan  kadang-kadang   melebihinya, karena  kesabaran si sakit menyerupai kesabaran yang terpaksa, sedangkan  kesabaran  keluarganya  merupakan  kesabaran   yang diikhtiarkan   (diusahakan).  Maksudnya,  kesabaran  si  sakit merupakan kesabaran karena ditimpa cobaan, sedangkan kesabaran keluarganya merupakan kesabaran untuk berbuat baik.
Diantara  orang yang paling wajib bersabar apabila keluarganya ditimpa sakit ialah  suami  atas  istrinya,  atau  istri  atas suaminya.  Karena  pada  hakikatnya kehidupan adalah bunga dan duri, hembusan angin sepoi  dan  angin  panas,  kelezatan  dan penderitaan,  sehat dan sakit, perputaran dari satu kondisi ke kondisi lain. Oleh sebab itu, janganlah  orang  yang  beragama dan  berakhlak  hanya  mau  menikmati istrinya ketika ia sehat tetapi merasa jenuh ketika ia menderita sakit.  Ia  hanya  mau memakan  dagingnya untuk membuang tulangnya, menghisap sarinya ketika masih muda lalu  membuang  kulitnya  ketika  lemah  dan layu.  Sikap  seperti  ini  bukan  sikap  setia tidak termasuk mempergauli  istri  dengan  baik,  bukan  akhlak  lelaki  yang bertanggung jawab, dan bukan perangai orang beriman.
 
Ketika Sekarat Dan Mendekati Kematian
Apabila  keadaan  si  sakit  sudah berakhir dan memasuki pintu maut  --yakni  saat-saat  meninggalkan  dunia  dan  menghadapi akhirat,   yang   diistilahkan  dengan  ihtidhar  (detik-detik kematian/kedatangan tanda-tanda  kematian)--  maka  seyogianya keluarganya   yang   tercinta  mengajarinya  atau  menuntunnya mengucapkan kalimat  laa  ilaaha  illallah  (Tidak  ada  tuhan selain  Allah)  yang merupakan kalimat tauhid, kalimat ikhlas, dan kalimat takwa, juga merupakan perkataan paling utama  yang diucapkan Nabi Muhammad saw. dan nabi-nabi sebelumnya.
 
Kalimat  inilah  yang  digunakan seorang muslim untuk memasuki kehidupan  dunia  ketika  ia  dilahirkan  dan   diazankan   di telinganya   (bagi  yang  berpendapat  demikian;  Penj.),  dan kalimat ini pula yang ia pergunakan untuk mengakhiri kehidupan dunia.  Jadi,  dia  menghadapi  atau memasuki kehidupan dengan kalimat tauhid dan meninggalkan kehidupan pun  dengan  kalimat tauhid.
Ulama-ulama   kita   mengatakan,  "Yang  lebih  disukai  untuk mendekati si sakit ialah famili yang paling sayang  kepadanya, paling  pandai  mengatur,  dan  paling  takwa kepada Tuhannya. Karena tujuannya adalah mengingatkan  si  sakit  kepada  Allah Ta'ala, bertobat dari maksiat, keluar dari kezaliman, dan agar berwasiat.  Apabila  ia  melihat  si  sakit  sudah   mendekati ajalnya,   hendaklah   ia   membasahi   tenggorokannya  dengan meneteskan air atau meminuminya dan membasahi  kedua  bibirnya dengan   kapas,   karena   yang   demikian   dapat  memadamkan kepedihannya    dan    memudahkannya    mengucapkan    kalimat syahadat."94
Hikmah menalkin  kalimat  syahadat  ialah  agar  akhir  ucapan ketika  seseorang  meninggal  dunia  adalah  kalimat tersebut, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad  dan  Hakim serta disahkan olehnya dari Mu'adz secara marfu':
"Barangsiapa yang akhir perkataannya kalimat laailaaha illallah, maka ia akan masuk surga."97
Ada  dua  macam  pendapat  dari  para  ulama   mengenai   cara menghadapkan orang sakit ke arah kiblat ini:
Pertama,  ditelentangkan  di  atas  punggungnya, kedua telapak kakinya ke arah kiblat, dan kepalanya  diangkat  sedikit  agar wajahnya  menghadap  ke arah kiblat, seperti posisi orang yang dimandikan. Pendapat  ini  dipilih  oleh  beberapa  imam  dari mazhab Syafi'i, dan ini merupakan pendapat dalam mazhab Ahmad.
Kedua, miring ke kanan dengan menghadap kiblat, seperti posisi dalam liang lahad. Ini merupakan pendapat mazhab  Abu  Hanifah dan  Imam  Malik, dan nash Imam Syafi'i dalam al-Buwaithi, dan pendapat yang mu'tamad (valid) dalam mazhab Imam Ahmad.
Sebagian ulama memperbolehkan kedua cara tersebut,  mana  yang lebih  mudah.  Sedangkan Imam Nawawi membenarkan pendapat yang kedua,  kecuali  jika  tidak  memungkinkan  cara  itu   karena tempatnya  yang sempit atau lainnya, maka pada waktu itu boleh dimiringkan  ke  kiri  dengan  menghadap  kiblat.  Jika  tidak memungkinkan, maka di atas tengkuknya atau punggungnya.102
Berbaik Sangka kepada Allah Ta'ala
 
Disukai  bagi  si sakit --khususnya bagi yang telah kedatangan tanda-tanda  mendekati  kematian--  untuk  berprasangka   baik kepada  Allah Ta'ala. Dalam arti, pengharapannya kepada rahmat Allah  melebihi  perasaan  takutnya  kepada  azab-Nya,  selalu mengingat    betapa    besar   kemurahan-Nya,   betapa   indah pengampunan-Nya,  betapa  luas  rahmat-Nya,  betapa   sempurna karunia-Nya,   dikedepankan-Nya  kebaikan  dan  kebajikan-Nya, membayangkan apa yang dijanjikan-Nya kepada  ahli  tauhid  dan rahmat  yang  disediakan-Nya  untuk  mereka  pada hari kiamat.
Jabir meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda:
"Jangan sekali-kali salah seorang diantara kamu meninggal dunia melainkan dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah Ta'ala."90
Hal ini diperkuat oleh  hadits  qudsi  yang  telah  disepakati kesahihannya, bahwa Allah berfirman: "Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku."91
 
Apa Yang Harus Dilakukan Setelah Mati?
Ada  beberapa  adab  syar'iyah  yang  harus  dilakukan  secara langsung  setelah  mati dan sebelum dimandikan yang perlu saya kemukakan  disini,  karena  berkaitan  dengan  saat   ihtidhar (menghadapi  kematian). Selain itu, banyak hal yang memerlukan penanganan dokter  yang  merawatnya,  sebab  kadang-kadang  si sakit   meninggal  dunia  di  hadapannya.  Apakah  yang  harus dilakukan saat itu?
Pertama:  dipejamkan  kedua  matanya,  mengingat  hadits  yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa Rasulullah saw. pernah masuk ke tempat Abu Salamah setelah dia  meninggal  dunia  dan  matanya dalam   keadaan  terbuka,  lalu  beliau  memejamkannya  seraya bersabda:
"Sesungguhnya ruh apabila dicabut, ia diikuti oleh pandangan."105
Disamping itu, apabila kedua  matanya  tidak  dipejamkan  maka akan terbuka dan melotot, sehingga timbul anggapan yang buruk.
Kedua:  diikat  janggutnya  (dagunya)  dengan bebat yang lebar yang dapat mengenai  seluruh  dagunya,  dan  diikatkan  dengan bagian atas kepalanya, supaya mulutnya tidak terbuka.
Ketiga: dilemaskan persendian atau pergelangan-pergelangannya, yaitu  dilipat  lengannya  ke  pangkal   lengannya,   kemudian dijulurkan  lagi;  dilipat  (ditekuk) betisnya ke pahanya, dan pahanya ke perutnya, kemudian dikembalikan lagi; demikian juga jari-jemarinya  dilemaskan  supaya  lebih mudah memandikannya. Sebab beberapa saat setelah menghembuskan napas terakhir badan seseorang   masih   hangat,   sehingga   jika   sendi-sendinya dilemaskan pada saat itu ia akan menjadi  lemas.  Tetapi  jika tidak  segera  dilemaskan,  tidak  mungkin dapat melemaskannya sesudah itu.
Keempat: dilepas pakaiannya, agar badannya tidak  cepat  rusak dan  berubah karena panas, selain kadang-kadang keluar kotoran (najis) yang akan mengotorinya.
Kelima:  diselimuti  dengan  kain  yang   dapat   menutupinya, berdasarkan  riwayat  Aisyah  bahwa  Nabi  saw.  ketika  wafat diselimuti dengan selimut yang bergaris-garis.106
Keenam: di atas perutnya ditaruh suatu beban yang sesuai  agar tidak mengembung.
Para  ulama  mengatakan, "Yang melakukan hal-hal ini hendaklah orang yang lebih lemah lembut di antara keluarga dan mahramnya dengan cara yang paling mudah."107
 
B.       Penyelesaian Urusan Jenazah Secara Islam
Apabila seorang muslim meninggal dunia, ada dua kewajiban yang harus segera diselesaikan oleh pihak yang masih hidup, yaitu pertama kewajiban terhadap jenazah, dan kedua kewajiban terhadap harta waris.
Kewajiban kaum muslimin yang masih hidup terhadap jenazah terdiri dari empat macam, yang empat-empatnya termasuk fardhu kifayah. Kewajiban itu adalah:
1.      Memandikan
2.      Mengkafani (membungkus)
3.      Menyalatkan (menyembahyangkan)
4.      Menguburkan (mengebumikan).

1.        Cara memandikan jenazah
a.       Jenazah ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sengatan matahari, hujan, atau pandangan orang banyak. Diletakkan pada tempat yang lebih tinggi, seperti dipan atau balai-balai.
b.      Jenazah diberikan pakaian (pakaian basahan), seperti sarung atau kain supaya memudahkan memandikannya, dan auratnya tetap tertutup. Hendaknya yang memandikan memakai sarung tangan.
c.       Air untuk memandikan jenazah hendaknya air dingin, kecuali dalam keadaan darurat, misalnya di daerah yang sangat dingin atau karena sebab-sebab lain.
d.      Setelah segala keperluan mandi disiapkan, maka langkah-langkah memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
1.      Kotoran dan najis yang melekat pada anggota badan jenazah dibersihkan sampai hilang najis dan kotorannya.
2.      Jenazah diangkat (agak didudukkan), perutnya diurut supaya kotoran yang mungkin ada di perutnya keluar.
3.      Kotoran yang ada pada kuku-kuku jari tangan dan kaki dibersihkan, termasuk kotoran yang ada di mulut atau di gigi.
4.      Menyiramkan air ke seluruh badan sampai merata, dimulai dari ujung rambut terus ke bawah sampai kaki.
5.      Mendahulukan anggota-anggota wudhu pada waktu menyiramkan air.
6.      Menyiramkan dan memandikannya disunnahkan tiga kali dengan urutan seluruh tubuh disiram basah, segera memakai sabun sampai bersih dan benar, sesudah itu diwudhukan yang sempurna dan terakhir disiram dengan air dicampur dengan kapur barus atau lainnya yang benar-benar wangi.
 
Orang yang berhak memandikan jenazah
a.       Jenazah laki-laki, yang berhak memandikan adalah anak laki-lakinya atau orang laki-laki lain. Perempuan tidak diperbolehkan, kecuali istri, anak perempuan, atau muhrimnya.
b.      Jenazah perempuan, yang berhak memandikan adalah anak perempuannya atau perempuan lain. Laki-laki tidak boleh kecuali suami, anak laki-laki, atau muhrimnya.
c.       Jenazah anak-anak belum dewasa, yang memandikan boleh orang laki-laki atau perempuan. Apabila anggota badan jenazah terdapat cacat, maka orang yang memandikan harus merahasiakan hal tersebut, demi nama baik keluarga jenazah tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa jenazah yang akan dimandikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)      Jenazah itu orang muslim atau muslimah.
b)      Badannya, anggota badannya masih ada sekalipun hanya sedikit atau sebagian.
c)      Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela Islam) karena orang yang mati syahid tidak wajib dimandikan.
2.        Mengkafani jenazah
Perlu diketahui bahwa kain kafan yang digunakan untuk jenazah laki-laki berjumlah tiga lapis, yang setiap lapis ukurannya sama, yaitu sampai menutupi seluruh badan jenazah. Sedangkan kain kafan untuk jenazah perempuan sebanyak lima lapis, yang terdiri dari kain bawah (sejenis rok) untuk menutupi sekitar kemaluan jenazah, baju tanpa jahitan, tutup kepala, kerudung atau cadar, dan yang terakhir kain yang dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Tata cara mengkafani jenazah:
a.       Semua perlengkapan untuk mengkafani harus disiapkan, seperti kain kafan, tikar, kapas, kapur barus, dan minyak wangi.
b.      Tikar harus dihamparkan ketika jenazah siap dikafani.
c.       Tali pengikat bungkus jenazah harus diletakkan di tempat yang pas dengan posisi jenazah.
d.      Hamparkan kain kafan lapis yang pertama.
e.       Taburi kapur barus di atasnya.
f.       Hamparkan kain kafan lapis kedua.
g.      Taburu kapur barus di atasnya.
h.      Hamparkan kain kafan lapis ketiga.
i.        Taburi kapur barus di atasnya.
j.        Jenazah diletakkan di atas tumpukan kain kafan tersebut.
k.      Jika jenazah perempuan, maka pakaikanlah sarung, kerudung, dan ikat kepala.
l.        Tutupilah etiap lubang di badan mayat, seperti hidung, telinga, mulut, kemaluan, dubur dan kukui dengan kapas.
m.    Tutupi bagian tubuh yang lainnya juga dengan kapas, jika persediaan masih mencukupi.
n.      Bungkuslah jenazah dengan kain kafan selapis demi selapis, sebaiknya lapisan sebelah kanan didahulukan dari pada lapisan sebelah kiri.
o.      Setelah selesai membungkus, ikatlah dengan tali yang telah disediakan di bawahnya.
p.      Sirami sekujur tubuh mayat dengan minyak wangi, terutama bagian mukanya.
3.        Cara menshalatkan jenazah.
Syarat-syarat menshalatkan jenazah:
a.       Menutupi aurat dan suci dari hadats dan najis, baik pakaian, badan dan tempat yang digunakan untuk menshalatkan.
b.      Menghadap qiblat.
c.       Jenazah yang akan dishalatkan susah dimandikan dan dikafani.
d.      Jenazah harus diletakkan di arah qiblat orang yang menshalatkannya, kecuali menshalatkan di atas kuburan atau shalat ghaib.
Rukun shalat jenazah:
a.       Berdiri bagi yang mampu
b.      Berniat melaksanakan shalat jenazah
c.       Takbir empat kali, termasuk takbiratul ihram
d.      Membaca surat al-fatihah setelah takbiratul ihram.
e.       Membaca shalawat kepada nabi muhammad saw. Setelah takbir kedua
f.       Membaca do’a untuk jenazah setelah takbir ketiga
g.      Membaca do’a lagi setelah takbir keepat, yang diakhiri dengan salam.
4.        Cara menguburkan jenazah
Langkah-langkah penguburan jenazah:
a.       Siapkan lubang kuburan sesuai dengan ukuran jenazah
b.      Siapkan padung atau kayu penutup liang lahat secukupnya
c.       Siapkan batu nisan atau benda apa saja untuk digunakan sebagai tanda kuburan
d.      Siapkan pasaran atau keranda jenazah
e.       Jenazah diusung menuju kuburan
f.       Keranda yang berisi jenazah di letakkan di sebelah qiblat
g.      Harus ada dua orang yang siap menerima jenazah di dalam liang kubur
h.      Jenazah diturunkan secara perlahan, dengan mendahulukan sebelah kaki dan sambil membaca “bismillaahi wa ‘alaa millati rasuulillaah”
i.        Jenazah dibaringkan dan dimiringkan ke arah qiblat
j.        Berilah bantalan tanah liat di bawah kepala dan pipi jenazah, sehingga wajahnya tetap menghadap qiblat
k.      Semua tali pengikat, tali kain kafan harus dibuka
l.        Bukalah juga kain kafan yang menutupi wajah dan kaki jenazah, sehingga kulit muka dan kakinya bersentuhan langsung dengan tanah
m.    Tutuplah liang lahat dengan kayu dan padung yang telah disediakan
n.      Timbunlah liang kubur dengan tanah sehingga rapat kembali
o.      Setiap orang yang hadir disunnahkan menaburkan tanah tiga kali sambil membaca doa
p.      Pasangkanlah batu nisan sebelum liang kubur selesai ditimbun
q.      Bacakanlah do’a bersama untuk jenazah
r.        Setelah itu pulanglah para pengantar bersama-sama.
Hikmah pengurusan jenazah:
1.      Menumbuhkan rasa kasih sayang
2.      Menumbuhkan sikap hormat dan santun
3.      Membentuk sikap yang beradab dan manusiawi


1 komentar: