KELUARGA BERENCANA DAN KEPENDUDUKAN
A.
Keluarga Berencana (KB)
Dalam menyikapi
kemajuan-kemajuan yang terjadi diberbagai aspek kehidupan dalam masyarakat,
seperti halnya kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran, sehingga masyarakat
banyak sekali yang mencari solusi tentang persoalan yang mereka hadapi dengan
menunjuk pada ilmu kedokteran sebagai penjawabnya, yang dalam hal ini para Ulama
Fuqoha’ tidak melakukannya. Semisal Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i, dan lain-lain. Padahal harus dilakukan pada masa sekarang. Sehingga
sangat perlu adanya suatu referensi tentang Masailul Fiqhiyah, seperti
masalah Keluarga Berencana (KB) dan Kependudukan, sehingga kita bisa mengetahui
hukum tersebut.
1.
Definisi Keluarga Berencana
Kata keluarga
yang dimaksud adalah suatu kesatuan sosial yang terkecil di dalam masyarakat,
yang diikat oleh tali perkawinan yang sah. Jadi keluarga disini adalah keluarga
inti yang terdiri dari suami-istri dan anak-anak, bukan keluarga luas/besar
yang terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga lain yang dekat, baik yang
masih ada hubungan darah maupun hubungan perkawinan.
Sedangkan Keluarga
Berencana (KB) adalah istilah resmi yang dipakai di dalam lembaga-lembaga Negara
kita, seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Istilah KB
ini mempunyai arti yang sama dengan istilah yang umum dipakai di dunia
internasional, seperti International Planned Parenthood Federation (IPPF), nama
sebuah organisasi KB internasional dengan kantor pusatnya di London.
KB berarti pasangan suami-istri telah mempunyai
perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir agar
setiap anak yang lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur, dan berapa anak
yang dicita-citakan, sesuai dengan kemampuan dan situasi-kondisi masyarakat dan
negaranya.
2.
Keluarga Berencana Menurut Pandangan Islam
Hukum ber-KB
harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam (kaidah fiqhiyah) yang
menyatakan:
اَ ْلأَصْلُ
فىِ اْلأَشْيَاءِ وَاْلأَفْعَالِ اْلإِباَحَةِ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
Pada
dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, kecuali/sehingga ada dalil yang
menunjukkan keharamannya.
Selain
berpegangan dengan kaidah hukum Islam tersebut di atas, kita juga bisa
menemukan beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits yang memberikan indikasi, bahwa
pada dasarnya Islam membolehkan ber-KB. Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu
bisa berubah dari mubah menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram. Seperti
halnya hukum perkawinan bagi orang Islam, yang hukum asalnya juga mubah. Tetapi
hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu muslim
yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat, keadaan
masyarakat dan negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam yang berbunyi:
تَغَيُّرُ
اْلأَحْكَـامِ بِتَغَيُّرِ اْلأَزْمِنَةِ وَ اْلأَمْكِنَةِ وَاْلأَحْوَالِـ
Hukum-hukum
itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan.
Hal ini juga
sejalan dengan kaidah hukum Islam:
اَلْحُكْمُ
يَدُوْرُ مَعَ اْلعِلَّةِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا
Hukum
itu berputar bersama illatnya (penyebab adanya hukum), baik ada maupun tiadanya
hukum.
Ø Hukumnya mubah, kalau seorang muslim melaksanakan KB dengan
motivasi yang hanya bersifat pribadi, misalnya ber-KB untuk menjarangkan
kehamilan/kelahiran, atau untuk menjaga kesehatan/kesegaran/kelangsingan badan
si ibu.
Ø Tetapi jika seseorang ber-KB disamping punya motivasi yang bersifat
pribadi seperti untuk kesejahteraan keluarga, masyarakat dan negara. Maka
hukumnya bisa sunnah atau wajib.
Tergantung pada keadaan masyarakat dan negara. Misalnya kependudukannya
sudah benar-benar terlalu padat, wilayah tanah permukiman, tanah
pertanian/industri/pendidikan, dan sebagainya sudah benar-benar penuh dan berat
(overloaded), sehingga wilayah yang bersangkutan itu tidak mampu
mendukung kebutuhan hidup penduduknya secara normal.
Ø Hukum ber-KB bisa menjadi makruh bagi pasangan suami-istri yang
tidak menghendaki kehamilan si istri, padahal tidak ada hambatan/kelainan untuk
mempunyai keturunan.
Ø Tetapi hukum ber-KB bisa juga menjadi haram apabila seseorang
melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan norma agama. Misalnya
dengan cara Vasektomi dan Abortus.[1]
Adapun ayat Al-Qur’an
yang dapat dijadikan dalil untuk dibenarkan ber-KB antara lain sebagai berikut:
Firman Allah
surat An-Nisa’ ayat 9:
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
Ayat ini Allah
manghendaki jangan sampai kita meninggalkan keturunan setelah meninggalkan
dunia ini, menjadi umat dan bangsa yang lemah. Kitapun harus bertaqwa kepada Allah
dan menyesuaikan perbuatan kita dengan ucapan yang telah diikrarkan, bahwa kita
akan membangun masyarakat dan negara dalam segala bidang materil dan spiritual
untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, yang diridhai Allah SWT.
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan pembangunan itu adalah dengan
melaksanakan KB.
Mengenai Hadits
Nabi yang dapat dijadikan dalil untuk membenarkan KB antara lain adalah:
إِنَّكَ
أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً
يَتَكَفَّفُوْنَ النَّـاسَ. (متفق عليه)
Sesungguhnya
lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan dari pada
meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak. (H.R. Bukhori dan
Muslim)
Dalam hadits
tersebut memberi petunjuk bahwa faktor kemampuan suami-istri untuk memenuhi
kebutuhan anak-anaknya hendaknya dijadikan pertimbangan mereka yang ingin
menambah jumlah anaknya. Bahkan faktor kemampuan memikul beban keluarga dapat
dijadikan pertimbangan oleh seseorang untuk menunda perkawinannya. Sebagaimana
firman Allah dalam surat An-Nur ayat 33:
É#Ïÿ÷ètGó¡uø9ur tûïÏ%©!$# w tbrßÅgs %·n%s3ÏR 4Ó®Lym ãNåkuÏZøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3
Dan
orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya
3.
Alat Kontrasepsi
Alat
kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam:
a.
Untuk
wanita:
Pil
Obat suntik
Susuk
Cara tradisional dan metode sederhana, misal: minum jamu dan metode
klender
Intra Uterine Device (IUD) dalam keadaan darurat saja.
b.
Untuk
pria:
Kondom
‘Azal (dalam islam)
Alat
kontrasepsi yang dilarang dalam Islam:
a.
Untuk
wanita:
Menstrual Regulation atau pengguguran kandungan yang masih muda.
Abortus atau pengguguran kandungan yang sudah bernyawa.
Lingasi Tuba (mengikat saluran ovum) dan Tabektomi (mengangkat
tempat ovum). Kedua istilah tersebut disebut Sterilisasi.
b.
Untuk
pria:
Vasektomi (mengikat/memutuskan saluran sperma dari buah zakar),
cara ini disebut juga Sterilisasi.
B.
Kependudukan
Berdasarkan Sensus
Penduduk 1980 (BPS, Penduduk Indonesia menurut Propinsi, Seri L No. 3, 1980,
hlm. 13), bahwa luas Pulau Jawa 132.187 km2 (6,89% dari luas seluruh
Indonesia) berpenduduk 91.269.528 jiwa (61,88% dari jumlah penduduk Indonesia)
yang berarti kepadatan penduduknya 690 per km2. Kemudian
kalau kita melihat Propinsi DKI Jakarta yang penduduknya 6.503.449 jiwa (4,41%
dari jumlah penduduk Indonesia) sedangkan luas wilayahnya hanya 590 km2
(0,03% dari luas seluruh Indonesia), yang berarti kepadatan penduduknya
11.023 jiwa per km2. Dan kemudian kita bandingkan dengan Propinsi
Irian Jaya misalnya yang penduduknya hanya 1.173.875 jiwa (0,79% dari jumlah
penduduk Indonesia), sedangkan luas wilayahnya 421.981 km2, (21,99%
dari luas seluruh Indonesia), yang berarti kepadatan penduduknya hanya 3
(tiga) jiwa per km2.[2]
KESIMPULAN
1)
Keluarga
Berencana (KB) adalah istilah resmi yang dipakai di dalam lembaga-lembaga
Negara kita yang berarti pasangan suami-istri telah mempunyai perencanaan yang
kongkrit.
2)
Keluarga
Berencana (KB) menurut Islam hukumnya bisa mubah, sunnah, makruh, wajib bahkan
haram.
Hal ini dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
3)
KB secara prinsipil dapat
diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera
yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan
tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, KB
juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan.
4)
Alat
kontrasepsi untuk pria dan wanita ada yang diperbolehkan dan ada juga yang
dilarang. Disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan.
5)
Kepadatan
penduduk di Indonesia, diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dari tahun ke
tahun. Menjadikan pemerintah Indonesia untuk mencanangkan program Keluarga
Berencana (KB). Guna mengurangi kepadatan penduduk.
NB: MUI (Majelis Ulama Indonesia)
juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang
Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis
sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzhim al-nasl
(pengaturan keturunan/kelahiran), tetapi kita harus tetap memperhatikan
jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi,
Masjfuk. Masail Fiqhiyah cetakan kesepuluh. Jakarta: PT. GUNUNG AGUNG,
1997.
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar