Selasa, 15 Mei 2012

KELUARGA BERENCANA DAN KEPENDUDUKAN


KELUARGA BERENCANA DAN KEPENDUDUKAN
A.      Keluarga Berencana (KB)
Dalam menyikapi kemajuan-kemajuan yang terjadi diberbagai aspek kehidupan dalam masyarakat, seperti halnya kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran, sehingga masyarakat banyak sekali yang mencari solusi tentang persoalan yang mereka hadapi dengan menunjuk pada ilmu kedokteran sebagai penjawabnya, yang dalam hal ini para Ulama Fuqoha’ tidak melakukannya. Semisal Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan lain-lain. Padahal harus dilakukan pada masa sekarang. Sehingga sangat perlu adanya suatu referensi tentang Masailul Fiqhiyah, seperti masalah Keluarga Berencana (KB) dan Kependudukan, sehingga kita bisa mengetahui hukum tersebut.
1.             Definisi Keluarga Berencana
Kata keluarga yang dimaksud adalah suatu kesatuan sosial yang terkecil di dalam masyarakat, yang diikat oleh tali perkawinan yang sah. Jadi keluarga disini adalah keluarga inti yang terdiri dari suami-istri dan anak-anak, bukan keluarga luas/besar yang terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga lain yang dekat, baik yang masih ada hubungan darah maupun hubungan perkawinan.
Sedangkan Keluarga Berencana (KB) adalah istilah resmi yang dipakai di dalam lembaga-lembaga Negara kita, seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Istilah KB ini mempunyai arti yang sama dengan istilah yang umum dipakai di dunia internasional, seperti International Planned Parenthood Federation (IPPF), nama sebuah organisasi KB internasional dengan kantor pusatnya di London.
KB  berarti pasangan suami-istri telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir agar setiap anak yang lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur, dan berapa anak yang dicita-citakan, sesuai dengan kemampuan dan situasi-kondisi masyarakat dan negaranya.
2.        Keluarga Berencana Menurut Pandangan Islam
Hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam (kaidah fiqhiyah) yang menyatakan:
اَ ْلأَصْلُ فىِ اْلأَشْيَاءِ وَاْلأَفْعَالِ اْلإِباَحَةِ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, kecuali/sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
Selain berpegangan dengan kaidah hukum Islam tersebut di atas, kita juga bisa menemukan beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits yang memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya Islam membolehkan ber-KB. Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu bisa berubah dari mubah menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram. Seperti halnya hukum perkawinan bagi orang Islam, yang hukum asalnya juga mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat, keadaan masyarakat dan negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam yang berbunyi:
تَغَيُّرُ اْلأَحْكَـامِ بِتَغَيُّرِ اْلأَزْمِنَةِ وَ اْلأَمْكِنَةِ وَاْلأَحْوَالِـ
Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan.
Hal ini juga sejalan dengan kaidah hukum Islam:
اَلْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ اْلعِلَّةِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا
Hukum itu berputar bersama illatnya (penyebab adanya hukum), baik ada maupun tiadanya hukum.
Ø   Hukumnya mubah, kalau seorang muslim melaksanakan KB dengan motivasi yang hanya bersifat pribadi, misalnya ber-KB untuk menjarangkan kehamilan/kelahiran, atau untuk menjaga kesehatan/kesegaran/kelangsingan badan si ibu.
Ø   Tetapi jika seseorang ber-KB disamping punya motivasi yang bersifat pribadi seperti untuk kesejahteraan keluarga, masyarakat dan negara. Maka hukumnya bisa sunnah atau wajib.
Tergantung pada keadaan masyarakat dan negara. Misalnya kependudukannya sudah benar-benar terlalu padat, wilayah tanah permukiman, tanah pertanian/industri/pendidikan, dan sebagainya sudah benar-benar penuh dan berat (overloaded), sehingga wilayah yang bersangkutan itu tidak mampu mendukung kebutuhan hidup penduduknya secara normal.
Ø   Hukum ber-KB bisa menjadi makruh bagi pasangan suami-istri yang tidak menghendaki kehamilan si istri, padahal tidak ada hambatan/kelainan untuk mempunyai keturunan.
Ø   Tetapi hukum ber-KB bisa juga menjadi haram apabila seseorang melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan norma agama. Misalnya dengan cara Vasektomi dan Abortus.[1]
Adapun ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dalil untuk dibenarkan ber-KB antara lain sebagai berikut:
Firman Allah surat An-Nisa’ ayat 9:
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ  
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
Ayat ini Allah manghendaki jangan sampai kita meninggalkan keturunan setelah meninggalkan dunia ini, menjadi umat dan bangsa yang lemah. Kitapun harus bertaqwa kepada Allah dan menyesuaikan perbuatan kita dengan ucapan yang telah diikrarkan, bahwa kita akan membangun masyarakat dan negara dalam segala bidang materil dan spiritual untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, yang diridhai Allah SWT. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan pembangunan itu adalah dengan melaksanakan KB.
Mengenai Hadits Nabi yang dapat dijadikan dalil untuk membenarkan KB antara lain adalah:
إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّـاسَ. (متفق عليه)
Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak. (H.R. Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits tersebut memberi petunjuk bahwa faktor kemampuan suami-istri untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya hendaknya dijadikan pertimbangan mereka yang ingin menambah jumlah anaknya. Bahkan faktor kemampuan memikul beban keluarga dapat dijadikan pertimbangan oleh seseorang untuk menunda perkawinannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 33:
É#Ïÿ÷ètGó¡uŠø9ur tûïÏ%©!$# Ÿw tbrßÅgs %·n%s3ÏR 4Ó®Lym ãNåkuŽÏZøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya
3.        Alat Kontrasepsi
Alat kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam:
a.         Untuk wanita:
Pil
Obat suntik
Susuk
Cara tradisional dan metode sederhana, misal: minum jamu dan metode klender
Intra Uterine Device (IUD) dalam keadaan darurat saja.
b.        Untuk pria:
Kondom
‘Azal (dalam islam)
Alat kontrasepsi yang dilarang dalam Islam:
a.         Untuk wanita:
Menstrual Regulation atau pengguguran kandungan yang masih muda.
Abortus atau pengguguran kandungan yang sudah bernyawa.
Lingasi Tuba (mengikat saluran ovum) dan Tabektomi (mengangkat tempat ovum). Kedua istilah tersebut disebut Sterilisasi.
b.        Untuk pria:
Vasektomi (mengikat/memutuskan saluran sperma dari buah zakar), cara ini disebut juga Sterilisasi.
B.       Kependudukan
Berdasarkan Sensus Penduduk 1980 (BPS, Penduduk Indonesia menurut Propinsi, Seri L No. 3, 1980, hlm. 13), bahwa luas Pulau Jawa 132.187 km2 (6,89% dari luas seluruh Indonesia) berpenduduk 91.269.528 jiwa (61,88% dari jumlah penduduk Indonesia) yang berarti kepadatan penduduknya 690 per km2. Kemudian kalau kita melihat Propinsi DKI Jakarta yang penduduknya 6.503.449 jiwa (4,41% dari jumlah penduduk Indonesia) sedangkan luas wilayahnya hanya 590 km2 (0,03% dari luas seluruh Indonesia), yang berarti kepadatan penduduknya 11.023 jiwa per km2. Dan kemudian kita bandingkan dengan Propinsi Irian Jaya misalnya yang penduduknya hanya 1.173.875 jiwa (0,79% dari jumlah penduduk Indonesia), sedangkan luas wilayahnya 421.981 km2, (21,99% dari luas seluruh Indonesia), yang berarti kepadatan penduduknya hanya 3 (tiga) jiwa per km2.[2]



















































KESIMPULAN
1)        Keluarga Berencana (KB) adalah istilah resmi yang dipakai di dalam lembaga-lembaga Negara kita yang berarti pasangan suami-istri telah mempunyai perencanaan yang kongkrit.
2)        Keluarga Berencana (KB) menurut Islam hukumnya bisa mubah, sunnah, makruh, wajib bahkan haram.
Hal ini dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
3)        KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan.
4)        Alat kontrasepsi untuk pria dan wanita ada yang diperbolehkan dan ada juga yang dilarang. Disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan.
5)        Kepadatan penduduk di Indonesia, diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Menjadikan pemerintah Indonesia untuk mencanangkan program Keluarga Berencana (KB). Guna mengurangi kepadatan penduduk.
NB: MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzhim al-nasl (pengaturan keturunan/kelahiran), tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.






DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah cetakan kesepuluh. Jakarta: PT. GUNUNG AGUNG, 1997.
www.google.com


[1] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Cet. XI, Toko Gunung Agung, Jakarta 1997, Hlm 57-58.
[2] Vide BPS, op. Cit., hlm. 13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar