Selasa, 15 Mei 2012

MENGAJAR DENGAN HATI (PART II)


BAB I
PENDAHULUAN

Guru sebagaimana kita ketahui, banyak yang menafsirkan sebagai seorang yang serba bisa dihadapan peserta didiknya, sehingga akan merasa malu atau gengsi jika seorang guru kalah ilmu dihadapan siswanya.
Sebenarnya guru sebagaimana dilukiskan Earl V Pullias dan james young bukan hanya menjadi sumber pentransfer ilmu pengetahuan akan tetapi juga berperan sebagai pembimbing, pemberi teladan, moderator, modernisator, peneliti, atau paling tidak sebagai pemberi inspirasi bagi siswanya.
Dengan demikian , guru yang mengambil peran sebagai inspirator, secara langsung dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, luwes dalam berkomunikasi, rendah hati, selalu ingin belajar dan bekerja keras, fleksibilitas dalam bergaul, berani bersikap, memiliki prinsip dalam kebenaran, dan yang paling utama tidak merasa bosan menjadi seorang pendidik.
Coba bayangkan, seandainnya guru memperlihatkan kebosanannya sebagai seorang pendidik di hadapan siswa – siswanya, maka apa yang terjadi? Siswa akan kehilangan semangat untuk belajar dari gurunya.
Sebagai contoh : bila seorang guru selalu berkeluh kesah dihadapan siswanya tentang pahitnya menjadi guru, gajinya yang kecil, kebutuhan rumah tangganya yang selalu kekurangan, cicilan motornya yang belum lunas, belum memiliki rumah sendiri dan lain sebagainnya, maka selain siswa akan merasa berdosa, merekapun akan enggan untuk bertannya dengan pertanyaan–pertanyaan yang kritis , karena mereka merasa bersalah menambah beban gurunya dengan pertanyaan–pertanyaan yang kritis.Akibatnya, siswa akan kehilangan inspirasi untuk berfikir dan berwawasan lebih luas
Sebenarnya, kalau kita renungkan, jika seorang guru mampu menjadi seorang fasilitator dan inspirator, maka penghargaan dan rasa simpati dari siswa–siswinya akan muncul dengan sendirinya, bukan penghargaan secara material yang akan diperoleh tetapi lebih berharga dari itu, guru akan mendapat penghargaan non material yang tinggi terhadap pribadinya. Sehingga tidak salah kalau guru inspirator adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang patut di Gugu dan diTiru.
Karena itulah dibutuhkan serang guru yang memiliki kemampuan untuk dapat mengajar dengan hati.
Memang tidaklah mudah untuk mencapai derajat seorang guru mengajar dengan menggunakan hatinya, dikarenakan sangat banyak sekali hambatannya. Tetapi seorang guru dituntut untuk tidak patah semangat, untuk selalu ikhlas, dan sabar dalam menghadapi siswa-siswinya.














BAB II
MENGAJAR DENGAN HATI
Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa mengajar di mana saja adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan cara mengajar. Sepuluh jenis prinsip dasar dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat dipakai sebagai petunjuk oleh para pengajar guna meningkatkan cara mengajar mereka. 
Menguasai Isi Pengajaran Hukum yang pertama dalam teori “Tujuh Hukum Mengajar” dari John Milton Gregory berbunyi: “Guru harus mengetahui apa yang diajarkan.” Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan wibawanya, sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap pelajaran. 
Mengetahui dengan Jelas Sasaran Pengajaran Pengajaran yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari pokok pelajaran itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan mengalami kemajuan dalam proses belajar. Empat macam ciri khas yang harus diperhatikan pada saat memilih dan menuliskan sasaran pengajaran: 1.    Inti dari sasaran harus disebutkan dengan jelas. 2.    Ungkapan penting dari sasaran harus bertitik tolak dari konsep murid. 3.    Sasaran harus meliputi hasil belajar. 4.    Hasil sasaran yang dapat dicapai. Contoh: Contoh-contoh di atas telah menjelaskan empat macam hasil belajar yang berbeda: pengetahuan, pengertian, sikap, dan ketrampilan. 
Utamakan Susunan yang Sistematis Pengajaran yang tidak bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semrawut, tidak memberikan kesan yang jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak sistematis, akan sulit dipahami dan sulit diingat. Oleh sebab itu inti pengajaran harus disusun dengan teratur dan sistematis. 
Banyak Gunakan Contoh Kehidupan Pada saat mengajar, seringlah menggunakan contoh atau perumpamaan kehidupan sehari-hari atau yang pernah dialami misalnya dalamperdagangan, rental, nilai uts / uas, dan lain sebagainyaContoh kehidupan adalah jembatan antara kebenaran ilmu dan dunia nyata    
Cakap Menggunakan Bentuk Cerita Bentuk cerita tidak hanya diutarakan dengan kata-kata, namun juga boleh dicoba dengan menambahkan gerakan-gerakan, yang memperdalam kesan murid. Bentuk yang paling lazim adalah menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran. 
Menggunakan Panca Indera Murid Penggunaan bahan pengajaran yang berbentuk audio visual berarti menggunakan panca indera murid. Bahan pengajaran audio visual bukan saja cocok untuk Sekolah Minggu anak-anak, juga untuk Sekolah Minggu pelbagai usia. Ensiklopedia adalah buku yang sering dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya terdapat banyak penjelasan yang menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para ilmuwan pun perlu bantuan gambar untuk mengadakan penelitian. Para ahli pernah mengadakan catatan statistik selama 15 bulan, sebagai hasilnya mereka mendapatkan persentase dari isi pelajaran yang masih dapat diingat oleh murid: bagi murid yang hanya tergantung pada indera pendengaran saja masih dapat mengingat 28%, sedangkan bagi murid yang menggunakan indera pendengaran ditambah dengan indra penglihatan dapat mengingat 78%. 
Melibatkan Murid dalam Pelajaran Melibatkan murid dalam pelajaran dapat menambah ingatan mereka, juga motivasi dan kegemaran mereka. Cara itu dapat menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi ditengah pertukaran pikiran antara guru dan murid, selain mengurangi tingkah laku yang mengacau. Misalnya: biarkan murid menggunakan kata-katanya sendiri untuk menjelaskan argumentasi atau pendapatnya; biarlah murid menggali dan menemukan hubungan antar konsep yang berbeda, biarlah murid bergerak sebentar. Jika murid sibuk melibatkan diri dengan pelajaran, maka tidak ada peluang lagi untuk mengacau atau membuat ulah. 
Menguasai Kejiwaan Murid Guru yang ingin memberikan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid, tentu harus memahami perkembangan jiwa murid pada setiap usia. Ia juga harus mengetahui dengan jelas kebutuhan dan masalah pribadi mereka. Pengertian antara guru dan murid adalah syarat utama untuk komunikasi timbal balik. Komunikasi yang baik dapat membuat penyaluran pengetahuan menjadi lebih efektif. 
Gunakanlah Cara Mengajar yang Hidup Sekalipun memiliki cara mengajar yang paling baik, namun jika terus digunakan dengan tidak pernah diubah, maka cara itu akan hilang kegunaannya dan membuat murid merasa jemu. Cara yang terbaik adalah menggunakan cara mengajar yang bervariasi dan fleksibel, untuk menambah kesegaran. 
Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Teladan Masalah umum para guru adalah dapat berbicara, namun tidak dapat melaksanakan. Pengajarannya ketat sekali, namun kehidupannya sendiri banyak cacat cela. Cara mengajar yang efektif adalah guru sendiri menjadikan diri sebagai teladan hidup untuk menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling berpengaruh. Kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek. Jikalau guru dapat menerapkan kebenaran yang diajarkan pada kehidupan pribadinya, maka ia pun memiliki wibawa untuk mengajar.
Pengertian Mengajar
Nasution (1982:8) mengemukakan bahwa mengajar adalah segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Usman (1994:3) mengemukakan bahwa mengajar adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar.
Hamalik (2001:44-53) mengemukakan, mengajar dapat diartikan sebagai (1) menyampaikan pengetahuan kepada siswa, (2) mewariskan kebudayaan kepada generasi muda, (3) usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, (4) memberikan bimbingan belajar kepada murid, (5) kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, (6) suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar ialah : a way working with students … A process of interaction . The teacher does something to student, the students do something in return ; sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya danmenghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Tardif (1989) mendefinisikan, mengajar adalah . any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.
Biggs (1991), seorang pakar psikologi membagi konsepmengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu:
1.      Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebai-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
2.      Pengertian institusional yaitu mengajar berarti . the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siapmengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat , kemampuan dan kebutuhannya.
3.      Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.
Buat saya ciri-ciri guru yang mengajar dengan hati adalah :
1. Selalu mau tahu dan belajar segala hal yang baru soal pendidikan, bisa IT, bisa metode dan semua ia lakukan tanpa mesti ada hubungannya dengan penggajian. Mau gajinya naik apa tidak dengan dia belajar IT dia tdk peduli, sukur2 jika ada pengaruhnya.
2. Tidak mudah patah semangat oleh konflik. Yang saya maksud konflik adalah konflik dengan ortu, sesama guru bahkan dengan yayasan atau kepala sekolah. walaupun ia dalam posisi di zalimi ia tidak akan kurang mutu mengajarnya karena ia mengajar demi siswa.
3. Punya kehidupan lain setelah mengajar. Ini penting, guru yang hidupnya monoton cenderung ia cuma menunggu gajian hehhee
4. Sabar soal kesejahteraan, tapi jika ia menuntut ia akan bicara dengan bijak atau tidak sama sekali. Guru yang baik peduli akan kesejahteraannya karena ia merasa gaji juga sumber semangat ia dalam mengajar, tapi juga tidak melulu mengartikan segalanya soal uang.
5. Mengartikan semua hal sebagai kesempatan belajar, Ia tidak hitung2an sat diminta bekerja lebih, sepanjang ia akan dapat pengalaman baru, kesempatan itu akan ia terima.
6. Hormat pada senior, dan mau berbagi dengan yunior. Ilmu baginya akan bertambah jika dibagi
Guru adalah sebuah profesi yang sangat istimewa, karena ucapan dan tindakannya akan sangat menentukan kepribadian murid. Wawasan dan keahliannya akan membentuk pandangan dan sikap muridnya akah kehidupan. Karena keistimewaannya inilah Pak Munif Chatib menyebut profesi guru adalah profesi seniman sejati.  Namun, tak banyak guru yang menyadari keistimewaan profesi yang digelutinya, mereka masih berpikir guru adalah profesi yang kalah hebat dari profesi dokter, arsitek dan lain-lainnya, sehingga rasa minder, rasa tak percaya diri selalu ada dalam benaknya.
Jika rasa bangga tidak ada dalam benak setiap guru maka akan berdampak kepada kinerja dan profesinalitasnya. Mereka akan cenderung asal bekerja dan apa adanya tanpa kreativitas, kurang bertanggung jawab dan selalu mengeluh dan menyalahkan siswa. Karena rasa bangga sebenarnya akan melahirkan rasa kecintaan terhadap profesi, tanpa rasa cinta terhadap profesi ini maka setiap guru tidak akan bisa bekerja dengan hati. Guru adalah profesi yang banyak berkomunikasi dan kita sama-sama mengetahui bahwa komunikasi akan efektif kalau dilakukan dengan sepenuh hati.
Berbeda dengan seorang guru yang memiliki rasa kebanggaan akan profesi yang digelutinya, hatinya akan penuh dengan ketulusan dan kesungguhan. Karena, pekerjaan apa pun yang tidak menyertakan hati akan terasa hambar. Hati ini di sini memiliki konotasi positif, hati yang bening sesuai dengan kodratnya. Hati mereka penuh rasa cinta kepada semua muridnya, kreativitas akan mereka terus gali, mereka akan terus belajar tanpa henti, dan menciptakan inovasi-inovasi dan media-media belajar yang dapat memudahkan peserta didiknya dalam belajar.
Sebutlah Ibu Muslimah,tokoh guru dalam cerita Laskar Pelangi. Karena kebanggan dan raca cintanya menjadi seorang tenaga pendidik di sebuah sekolah yang nyaris saja ditutup, tidak membuat dirinya menyerah, tidak membuat dirinya lemah dan mengeluh. Perjuangan Ibu Muslimah tersebut hanyalah satu dari banyak contoh yang dapat kita petik hikmahnya.
Sudah seharusnya kita sebagai guru mulai belajar mencintai profesi ini, tumbuhkan rasa bangga menjadi seorang guru. Guru adalah seniman sejati, seniman yang mengapresiasikan karyanya bukan hanya untuk kepuasan pribadinya namun juga untuk kepuasan dan keberhasilan anak didiknya. Seniman sejati adalah yang hasil kerjanya terukur kualitasnya. Seniman sejati adalah yang melakukan tugasnya dengan hati, adapun maksud-maksud lain harus dipandang sebagai akibat.
Berikut ini beberapa indikator seorang guru yang guru yang mengajar dengan hati :
1.      Guru yang mengajar dengan hati  selalu mau tahu dan belajar segala hal yang baru soal pendidikan, bisa IT, bisa metode dan semua ia lakukan tanpa mesti ada hubungannya dengan penggajian. Mau gajinya naik apa tidak dengan dia belajar IT dia tdk peduli, sukur2 jika ada pengaruhnya.
2.      Guru yang mengajar dengan hati  tidak mudah patah semangat oleh konflik. Yang dimaksud disini adalah konflik adalah konflik dengan ortu, sesama guru bahkan dengan yayasan atau kepala sekolah. walaupun ia dalam posisi di zalimi ia tidak akan kurang mutu mengajarnya karena ia mengajar demi siswa.
3.      Guru yang mengajar dengan hati  punya kehidupan lain setelah mengajar. Ini penting, guru yang hidupnya monoton cenderung ia cuma menunggu gajian hehhee
4.      Guru yang mengajar dengan hati  sabar soal kesejahteraan, tapi jika ia menuntut ia akan bicara dengan bijak atau tidak sama sekali. Guru yang baik peduli akan kesejahteraannya karena ia merasa gaji juga sumber semangat ia dalam mengajar, tapi juga tidak melulu mengartikan segalanya soal uang.
5.      Guru yang mengajar dengan hati  mengartikan semua hal sebagai kesempatan belajar, Ia tidak hitung-hitungan saat diminta bekerja lebih, sepanjang ia akan dapat pengalaman baru, kesempatan itu akan ia terima.
6.      Guru yang mengajar dengan hati  hormat pada senior, dan mau berbagi dengan yunior. Ilmu baginya akan bertambah jika dibagi.
7.      Guru yang mengajar dengan hati  punya persiapan sebelum mengajar, baginya tugas mereka adalah membuat suasana kelas menyenangkan.
8.      Guru yang mengajar dengan hati  punya jurus ampuh menguasai kelas. Tidak dengan teriakan ataupun ketukan meja.
9.      Guru yang mengajar dengan hati  selalu mengevaluasi hasil mengajarnya, tidak melulu menyalahkan siswa atau guru sebelumnya atas sebuah kegagalan yang dialaminya.
10.  Guru yang mengajar dengan hati  memberikan contoh yang baik bagi anak didiknya, bagi mereka proses keteladanan  atau memberi contoh melalui sikap dan tingkah laku yang baik merupakan strategi yang ampuh dari sekedar mengajar di depan kelas.
Semua indikator diatas berpulang pada bagaimana kita mampu mengefektifkan dan mengarahkan hati kita menjadi bersih dan suci. Karena dari hati bersih dan suci itulah akan terpancar perilaku yang bersih dan suci pula. Karena tanggung jawab guru tidak hanya pada tataran administrasi dan kelembagaan/kedinasan bagaimana siswanya bisa lulus dari suatu jenjang pendidikan atau memperoleh nilai-nilai yang mengacu pada kompeten dan belum kompeten melainkan juga tanggung jawab moral yang pertanggung jawabannya didepan Allah. Bukankah ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendoakan orangtuanya adalah pahala yang terus mengalir meskipun kita sudah mati. Pada titik inilah mudah-mudahan apa yang dicita-citakan dari pendidikan bisa terwujud
Hati seorang guru harus penuh dengan ketulusan dan kesungguhan. Pekerjaan apa pun yang tidak menyertakan hati akan terasa hambar. Hati ini di sini memiliki konotasi positif, hati yang bening sesuai dengan kodratnya. Bagi seorang guru, ketika datang ke sekolah setidaknya mesti memiliki tiga bekal primer. Pertama, mesti siap dengan materi yang akan diajarkan. Tanpa kesiapan dan penguasaan materi, apa yang hendak disampaikan kepada siswa? Ini juga berlaku bagi seorang dosen.
Terlebih ketika menghadapi siswa atau mahasiswa yang kritis, guru atau dosen yang miskin penguasaan materi pasti akan ketahuan dan menurunkan wibawanya di depan kelas. Guru atau dosen yang baik tak kalah rajin belajarnya ketimbang siswa atau mahasiswanya. Hanya saja cara belajarnya berbeda. Namun, prinsipnya, guru atau dosen yang berhenti belajar berarti dia juga harus berhenti mengajar.
Hubungan guru-murid jauh berbeda dari hubungan antara montir dan kendaraan rusak yang hendak diperbaiki. Sehebat-hebat dan semahal-mahal harga mobil mutakhir, tak akan mampu mengalahkan kepintaran montirnya sekalipun gajinya rendah karena mobil adalah benda mati, tidak tumbuh dan tidak berkembang. Namun, yang dihadapi seorang guru adalah anak-anak dengan potensi besar dan bakat berbeda-beda.
Anak-anak datang dengan mimpi, cita-cita besar, dan membawa harapan orang tuanya untuk membangun masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu seorang guru, termasuk orang tua,mesti menjadi pendengar dan pemerhati yang baik bagi anak-anak. Mesti selalu menambah wawasan tentang perkembangan psikologi anak dan berbagai temuan metode yang baru dan cocok untuk diterapkan pada anak-anak. Bekal kedua bagi seorang guru ketika masuk kelas adalah keterampilan menerapkan metode pembelajaran yang tepat, efektif, dan menyenangkan.
Saya sendiri punya pengalaman, pernah memperoleh seorang dosen yang ilmunya dalam dan luas dalam mata kuliah yang dipegang, tetapi mengajarnya kurang efektif. Tidak menarik dan tidak efisien. Miskin dalam aspek metodenya.Jadi guru yang baik bukan saja yang menguasai materi ajar, tapi tak kalah penting adalah metode pengajarannya tepat sehingga anakanak akan senang menerimanya.
Dalam sebuah penelitian psikologi pembelajaran disebutkan, jika suasana belajar menyenangkan, daya serap anak akan meningkat, bahkan berlipat. Coba saja perhatikan, belajar bahasa sambil menyanyi hasilnya akan lebih baik ketimbang model hafalan yang menjemukan. Ini berlaku terutama bagi anak-anak.Anak-anak biasanya lebih cepat pintar diajar guru privat profesional ketimbang diajar orang tua sendiri yang mudah marah-marah tidak sabaran.
Dalam suasana bosan dan tegang, otak akan menciut,daya serapnya sedikit. Berdasarkan prinsip di atas, maka terkenal konsep joyful learning. Sebuah pembelajaran yang menyenangkan, tetapi bukan berarti santai, tidak serius.Yang ditekankan adalah metodenya menyenangkan agar materi yang telah disiapkan terserap secara optimal. Sejalan dengan konsep ini, ruang kelas pun hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga terasa indah dan nyaman.
Ruang kelas yang semrawut dan warna cat temboknya kusam akan memengaruhi pikiran dan hati siswa juga ikut semrawut. Bekal ketiga, di samping penguasaan materi dan metode, adalah kesiapan mental berupa cinta kepada anak-anak. Seorang guru yang baik ketika masuk ruang kelas mesti dengan hati. Dengan energi dan vibrasi cinta kepada anak-anak. Mengajar tanpa hati akan terasa hambar. Anak-anak pun tidak akan mendengarkan dengan hati.
Kita semua pasti punya pengalaman, guru-guru yang mengajar dengan hati pasti kesannya akan lebih mendalam sekalipun telah berlalu puluhan tahun. Oleh karena itu, pandai-pandailah mengatur dan menjaga hati. Ketika dari rumah atau di jalanan muncul rasa kesal, misalnya, maka ketika kaki menginjak halaman sekolah mesti mampu menata hati agar rasa kesal itu tidak terbawa masuk ruangan kelas. Mengajar dengan hati kesal pengaruhnya akan dirasakan langsung oleh anak-anak.
Akan dirasakan oleh teman-teman sejawat. Pengaruhnya akan terlihat pada air mukanya, pada tutur katanya, dan pada perilakunya yang ujungnya proses dan suasana pembelajaran tidak efektif. Oleh karena itu, penting sekali seorang guru memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan psikologi komunikasi. Bahwa dalam komunikasi yang berlangsung tidak sekadar tukar-menukar kata dan ide, tetapi faktor emosi juga akan sangat memengaruhi.




BAB III
PENUTUP/KESIMPULAN

1.      Seorang guru dituntut untuk dapat menghandle semua anak didiknya.
2.      Suatu proses mengajar dengan hati tidak dapat dilakukan oleh seorang guru, tanpa adanya suatu keterampilan-keterampilan mengajar, variasi dalam mengajar juga dapat menentukan tingkat keberhasilan seorang guru untuk menyampaikan ilmu kepada anak didik.
3.      Dalam mengajar, hendaknya seorang guru memperhatikan tingkat emosionalnya. Banyak seorang guru yang tidak mengajar dengan menggunakan perasaan, atau kata lain dengan hati. Oleh karena itu sangat perlu sekali diperhatikan.
4.      Perlu adanya kerjasama antara pihak sekolah dengan guru, untuk menciptakan suatu pembelajaran yang efektif, dan menyenangkan.

Referensi:
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar,  Jakarta: Bumi Aksara
Nasution, S. 1982. Azas-azas Kurikulum. Bandung: Jemars.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Thursan Hakim. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara
Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
gurukreatif.wordpress.com
history1978.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar