BAB I
PENDAHULUAN
Guru sebagaimana kita ketahui, banyak yang
menafsirkan sebagai seorang yang serba bisa dihadapan peserta didiknya,
sehingga akan merasa malu atau gengsi jika seorang guru kalah ilmu dihadapan
siswanya.
Sebenarnya guru sebagaimana dilukiskan Earl V
Pullias dan james young bukan hanya menjadi sumber pentransfer ilmu pengetahuan
akan tetapi juga berperan sebagai pembimbing, pemberi teladan, moderator,
modernisator, peneliti, atau paling tidak sebagai pemberi inspirasi bagi
siswanya.
Dengan demikian , guru yang mengambil peran
sebagai inspirator, secara langsung dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas, luwes dalam berkomunikasi, rendah hati, selalu ingin belajar
dan bekerja keras, fleksibilitas dalam bergaul, berani bersikap, memiliki
prinsip dalam kebenaran, dan yang paling utama tidak merasa bosan menjadi
seorang pendidik.
Coba bayangkan, seandainnya guru memperlihatkan
kebosanannya sebagai seorang pendidik di hadapan siswa – siswanya, maka apa
yang terjadi? Siswa akan kehilangan semangat untuk belajar dari gurunya.
Sebagai contoh : bila seorang guru selalu
berkeluh kesah dihadapan siswanya tentang pahitnya menjadi guru, gajinya yang
kecil, kebutuhan rumah tangganya yang selalu kekurangan, cicilan motornya yang
belum lunas, belum memiliki rumah sendiri dan lain sebagainnya, maka selain
siswa akan merasa berdosa, merekapun akan enggan untuk bertannya dengan
pertanyaan–pertanyaan yang kritis , karena mereka merasa bersalah menambah beban
gurunya dengan pertanyaan–pertanyaan yang kritis.Akibatnya, siswa akan
kehilangan inspirasi untuk berfikir dan berwawasan lebih luas
Sebenarnya, kalau kita renungkan, jika seorang
guru mampu menjadi seorang fasilitator dan inspirator, maka penghargaan dan
rasa simpati dari siswa–siswinya akan muncul dengan sendirinya, bukan
penghargaan secara material yang akan diperoleh tetapi lebih berharga dari itu,
guru akan mendapat penghargaan non material yang tinggi terhadap pribadinya.
Sehingga tidak salah kalau guru inspirator adalah pahlawan tanpa tanda jasa
yang patut di Gugu dan diTiru.
Karena itulah dibutuhkan serang guru yang
memiliki kemampuan untuk dapat mengajar dengan hati.
Memang tidaklah mudah untuk mencapai derajat
seorang guru mengajar dengan menggunakan hatinya, dikarenakan sangat banyak
sekali hambatannya. Tetapi seorang guru dituntut untuk tidak patah semangat,
untuk selalu ikhlas, dan sabar dalam menghadapi siswa-siswinya.
BAB II
MENGAJAR DENGAN
HATI
Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan
bahwa mengajar di mana saja adalah suatu hal yang menggembirakan, yang
membuatnya melupakan kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi
muridnya melalui kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalami
kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap teori dan praktek
mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan cara mengajar. Sepuluh
jenis prinsip dasar dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat
dipakai sebagai petunjuk oleh para pengajar guna meningkatkan cara mengajar
mereka.
Menguasai Isi Pengajaran Hukum yang pertama dalam
teori “Tujuh Hukum Mengajar” dari John Milton Gregory berbunyi: “Guru harus
mengetahui apa yang diajarkan.” Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas inti
pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan wibawanya,
sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap
pelajaran.
Mengetahui dengan Jelas Sasaran Pengajaran Pengajaran
yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari pokok
pelajaran itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan
mengalami kemajuan dalam proses belajar. Empat macam ciri khas yang harus
diperhatikan pada saat memilih dan menuliskan sasaran pengajaran: 1. Inti dari sasaran harus disebutkan dengan jelas. 2. Ungkapan penting dari sasaran harus bertitik tolak
dari konsep murid. 3. Sasaran harus meliputi hasil belajar. 4. Hasil sasaran yang dapat dicapai. Contoh: Contoh-contoh di atas telah menjelaskan empat macam hasil
belajar yang berbeda: pengetahuan, pengertian, sikap, dan ketrampilan.
Utamakan Susunan yang Sistematis Pengajaran yang tidak
bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semrawut, tidak memberikan kesan yang
jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak sistematis,
akan sulit dipahami dan sulit diingat. Oleh sebab itu inti pengajaran harus
disusun dengan teratur dan sistematis.
Banyak Gunakan Contoh Kehidupan Pada saat mengajar, seringlah menggunakan contoh atau perumpamaan kehidupan sehari-hari atau yang pernah dialami misalnya dalamperdagangan, rental, nilai uts / uas,
dan lain sebagainyaContoh kehidupan adalah jembatan antara kebenaran ilmu dan dunia nyata
Cakap Menggunakan Bentuk Cerita Bentuk cerita tidak
hanya diutarakan dengan kata-kata, namun juga boleh dicoba dengan menambahkan
gerakan-gerakan, yang memperdalam kesan murid. Bentuk yang paling lazim adalah
menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran.
Menggunakan Panca Indera Murid Penggunaan bahan
pengajaran yang berbentuk audio visual berarti menggunakan panca indera murid.
Bahan pengajaran audio visual bukan saja cocok untuk Sekolah Minggu anak-anak,
juga untuk Sekolah Minggu pelbagai usia. Ensiklopedia adalah buku yang sering
dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya terdapat banyak penjelasan yang
menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para ilmuwan pun perlu bantuan
gambar untuk mengadakan penelitian. Para ahli pernah mengadakan catatan
statistik selama 15 bulan, sebagai hasilnya mereka mendapatkan persentase dari
isi pelajaran yang masih dapat diingat oleh murid: bagi murid yang hanya
tergantung pada indera pendengaran saja masih dapat mengingat 28%, sedangkan
bagi murid yang menggunakan indera pendengaran ditambah dengan indra
penglihatan dapat mengingat 78%.
Melibatkan Murid dalam Pelajaran Melibatkan murid dalam
pelajaran dapat menambah ingatan mereka, juga motivasi dan kegemaran mereka.
Cara itu dapat menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi ditengah
pertukaran pikiran antara guru dan murid, selain mengurangi tingkah laku yang
mengacau. Misalnya: biarkan murid menggunakan kata-katanya sendiri untuk
menjelaskan argumentasi atau pendapatnya; biarlah murid menggali dan menemukan
hubungan antar konsep yang berbeda, biarlah murid bergerak sebentar. Jika murid
sibuk melibatkan diri dengan pelajaran, maka tidak ada peluang lagi untuk
mengacau atau membuat ulah.
Menguasai Kejiwaan Murid Guru yang ingin
memberikan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid, tentu harus memahami
perkembangan jiwa murid pada setiap usia. Ia juga harus mengetahui dengan jelas
kebutuhan dan masalah pribadi mereka. Pengertian antara guru dan murid adalah
syarat utama untuk komunikasi timbal balik. Komunikasi yang baik dapat membuat
penyaluran pengetahuan menjadi lebih efektif.
Gunakanlah Cara Mengajar yang Hidup Sekalipun memiliki cara
mengajar yang paling baik, namun jika terus digunakan dengan tidak pernah
diubah, maka cara itu akan hilang kegunaannya dan membuat murid merasa jemu.
Cara yang terbaik adalah menggunakan cara mengajar yang bervariasi dan
fleksibel, untuk menambah kesegaran.
Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Teladan Masalah umum para guru
adalah dapat berbicara, namun tidak dapat melaksanakan. Pengajarannya ketat
sekali, namun kehidupannya sendiri banyak cacat cela. Cara mengajar yang
efektif adalah guru sendiri menjadikan diri sebagai teladan hidup untuk
menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling berpengaruh.
Kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek.
Jikalau guru dapat menerapkan kebenaran yang diajarkan pada kehidupan
pribadinya, maka ia pun memiliki wibawa untuk mengajar.
Pengertian Mengajar
Nasution (1982:8)
mengemukakan bahwa mengajar adalah segenap aktivitas kompleks yang dilakukan
guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Usman (1994:3)
mengemukakan bahwa mengajar adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar
mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha
mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar.
Hamalik
(2001:44-53) mengemukakan, mengajar dapat diartikan sebagai (1) menyampaikan
pengetahuan kepada siswa, (2) mewariskan kebudayaan kepada generasi muda, (3)
usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi
siswa, (4) memberikan bimbingan belajar kepada murid, (5) kegiatan
mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, (6) suatu proses
membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah suatu
rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat
menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar ialah : a
way working with students … A process of interaction . The teacher does
something to student, the students do something in return ; sebuah proses
hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan
kegiatan.
Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
danmenghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Tardif (1989) mendefinisikan, mengajar adalah . any action
performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating
learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah
perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan
membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan
kegiatan belajar.
Biggs (1991), seorang pakar psikologi membagi konsepmengajar
menjadi tiga macam pengertian yaitu:
1.
Pengertian Kuantitatif dimana
mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan
pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang
studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebai-baiknya. Masalah berhasil atau
tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
2.
Pengertian institusional yaitu
mengajar berarti . the efficient orchestration of teaching skills, yakni
penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut
untuk selalu siapmengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang
memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat , kemampuan dan
kebutuhannya.
3.
Pengertian kualitatif dimana
mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu
memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.
Buat saya ciri-ciri
guru yang mengajar dengan hati adalah :
1. Selalu mau tahu dan
belajar segala hal yang baru soal pendidikan, bisa IT, bisa metode dan semua ia
lakukan tanpa mesti ada hubungannya dengan penggajian. Mau gajinya naik apa
tidak dengan dia belajar IT dia tdk peduli, sukur2 jika ada pengaruhnya.
2. Tidak mudah patah
semangat oleh konflik. Yang saya maksud konflik adalah konflik dengan ortu,
sesama guru bahkan dengan yayasan atau kepala sekolah. walaupun ia dalam posisi
di zalimi ia tidak akan kurang mutu mengajarnya karena ia mengajar demi siswa.
3. Punya kehidupan lain
setelah mengajar. Ini penting, guru yang hidupnya monoton cenderung ia cuma
menunggu gajian hehhee
4. Sabar soal
kesejahteraan, tapi jika ia menuntut ia akan bicara dengan bijak atau tidak
sama sekali. Guru yang baik peduli akan kesejahteraannya karena ia merasa gaji
juga sumber semangat ia dalam mengajar, tapi juga tidak melulu mengartikan
segalanya soal uang.
5. Mengartikan semua
hal sebagai kesempatan belajar, Ia tidak hitung2an sat diminta bekerja lebih,
sepanjang ia akan dapat pengalaman baru, kesempatan itu akan ia terima.
6. Hormat pada senior,
dan mau berbagi dengan yunior. Ilmu baginya akan bertambah jika dibagi
Guru adalah sebuah
profesi yang sangat istimewa, karena ucapan dan tindakannya akan sangat
menentukan kepribadian murid. Wawasan dan keahliannya akan membentuk pandangan
dan sikap muridnya akah kehidupan. Karena keistimewaannya inilah Pak Munif Chatib
menyebut profesi guru adalah profesi seniman sejati. Namun, tak banyak
guru yang menyadari keistimewaan profesi yang digelutinya, mereka masih
berpikir guru adalah profesi yang kalah hebat dari profesi dokter, arsitek dan
lain-lainnya, sehingga rasa minder, rasa tak percaya diri selalu ada dalam
benaknya.
Jika rasa bangga
tidak ada dalam benak setiap guru maka akan berdampak kepada kinerja dan
profesinalitasnya. Mereka akan cenderung asal bekerja dan apa adanya tanpa
kreativitas, kurang bertanggung jawab dan selalu mengeluh dan menyalahkan
siswa. Karena rasa bangga sebenarnya akan melahirkan rasa kecintaan terhadap
profesi, tanpa rasa cinta terhadap profesi ini maka setiap guru tidak akan bisa
bekerja dengan hati. Guru adalah profesi yang banyak berkomunikasi dan kita
sama-sama mengetahui bahwa komunikasi akan efektif kalau dilakukan dengan
sepenuh hati.
Berbeda dengan seorang guru yang memiliki rasa kebanggaan
akan profesi yang digelutinya, hatinya akan penuh dengan ketulusan dan
kesungguhan. Karena, pekerjaan apa pun yang tidak menyertakan hati akan terasa
hambar. Hati ini di sini memiliki konotasi positif, hati yang bening sesuai
dengan kodratnya. Hati mereka penuh rasa cinta kepada semua muridnya,
kreativitas akan mereka terus gali, mereka akan terus belajar tanpa henti, dan
menciptakan inovasi-inovasi dan media-media belajar yang dapat memudahkan
peserta didiknya dalam belajar.
Sebutlah Ibu
Muslimah,tokoh guru dalam cerita Laskar Pelangi. Karena kebanggan dan raca
cintanya menjadi seorang tenaga pendidik di sebuah sekolah yang nyaris saja
ditutup, tidak membuat dirinya menyerah, tidak membuat dirinya lemah dan
mengeluh. Perjuangan Ibu Muslimah tersebut hanyalah satu dari banyak contoh
yang dapat kita petik hikmahnya.
Sudah seharusnya
kita sebagai guru mulai belajar mencintai profesi ini, tumbuhkan rasa bangga
menjadi seorang guru. Guru adalah seniman sejati, seniman yang mengapresiasikan
karyanya bukan hanya untuk kepuasan pribadinya namun juga untuk kepuasan dan
keberhasilan anak didiknya. Seniman sejati adalah yang hasil kerjanya terukur
kualitasnya. Seniman sejati adalah yang melakukan tugasnya dengan hati, adapun
maksud-maksud lain harus dipandang sebagai akibat.
Berikut ini
beberapa indikator seorang guru yang guru yang mengajar dengan hati :
1.
Guru yang mengajar dengan hati selalu
mau tahu dan belajar segala hal yang baru soal pendidikan, bisa IT, bisa metode
dan semua ia lakukan tanpa mesti ada hubungannya dengan penggajian. Mau gajinya
naik apa tidak dengan dia belajar IT dia tdk peduli, sukur2 jika ada
pengaruhnya.
2.
Guru yang mengajar dengan hati tidak
mudah patah semangat oleh konflik. Yang dimaksud disini adalah konflik adalah
konflik dengan ortu, sesama guru bahkan dengan yayasan atau kepala sekolah.
walaupun ia dalam posisi di zalimi ia tidak akan kurang mutu mengajarnya karena
ia mengajar demi siswa.
3.
Guru yang mengajar dengan hati punya
kehidupan lain setelah mengajar. Ini penting, guru yang hidupnya monoton
cenderung ia cuma menunggu gajian hehhee
4.
Guru yang mengajar dengan hati sabar
soal kesejahteraan, tapi jika ia menuntut ia akan bicara dengan bijak atau
tidak sama sekali. Guru yang baik peduli akan kesejahteraannya karena ia merasa
gaji juga sumber semangat ia dalam mengajar, tapi juga tidak melulu mengartikan
segalanya soal uang.
5.
Guru yang mengajar dengan hati
mengartikan semua hal sebagai kesempatan belajar, Ia tidak
hitung-hitungan saat diminta bekerja lebih, sepanjang ia akan dapat pengalaman
baru, kesempatan itu akan ia terima.
6.
Guru yang mengajar dengan hati hormat
pada senior, dan mau berbagi dengan yunior. Ilmu baginya akan bertambah jika
dibagi.
7.
Guru yang mengajar dengan hati punya
persiapan sebelum mengajar, baginya tugas mereka adalah membuat suasana kelas
menyenangkan.
8.
Guru yang mengajar dengan hati punya
jurus ampuh menguasai kelas. Tidak dengan teriakan ataupun ketukan meja.
9.
Guru yang mengajar dengan hati selalu
mengevaluasi hasil mengajarnya, tidak melulu menyalahkan siswa atau guru
sebelumnya atas sebuah kegagalan yang dialaminya.
10. Guru yang mengajar
dengan hati memberikan contoh yang baik bagi anak didiknya, bagi mereka
proses keteladanan atau memberi contoh melalui sikap dan tingkah laku
yang baik merupakan strategi yang ampuh dari sekedar mengajar di depan kelas.
Semua indikator
diatas berpulang pada bagaimana kita mampu mengefektifkan dan mengarahkan hati
kita menjadi bersih dan suci. Karena dari hati bersih dan suci itulah akan
terpancar perilaku yang bersih dan suci pula. Karena tanggung jawab guru tidak
hanya pada tataran administrasi dan kelembagaan/kedinasan bagaimana siswanya
bisa lulus dari suatu jenjang pendidikan atau memperoleh nilai-nilai yang
mengacu pada kompeten dan belum kompeten melainkan juga tanggung jawab moral
yang pertanggung jawabannya didepan Allah. Bukankah ilmu yang bermanfaat dan
anak sholeh yang selalu mendoakan orangtuanya adalah pahala yang terus mengalir
meskipun kita sudah mati. Pada titik inilah mudah-mudahan apa yang
dicita-citakan dari pendidikan bisa terwujud
Hati seorang guru harus penuh
dengan ketulusan dan kesungguhan. Pekerjaan apa pun yang tidak menyertakan hati
akan terasa hambar. Hati ini di sini memiliki konotasi positif, hati yang
bening sesuai dengan kodratnya. Bagi seorang guru, ketika datang ke sekolah
setidaknya mesti memiliki tiga bekal primer. Pertama, mesti siap dengan materi
yang akan diajarkan. Tanpa kesiapan dan penguasaan materi, apa yang hendak
disampaikan kepada siswa? Ini juga berlaku bagi seorang dosen.
Terlebih ketika menghadapi
siswa atau mahasiswa yang kritis, guru atau dosen yang miskin penguasaan materi
pasti akan ketahuan dan menurunkan wibawanya di depan kelas. Guru atau dosen
yang baik tak kalah rajin belajarnya ketimbang siswa atau mahasiswanya. Hanya
saja cara belajarnya berbeda. Namun, prinsipnya, guru atau dosen yang berhenti
belajar berarti dia juga harus berhenti mengajar.
Hubungan guru-murid jauh
berbeda dari hubungan antara montir dan kendaraan rusak yang hendak diperbaiki.
Sehebat-hebat dan semahal-mahal harga mobil mutakhir, tak akan mampu
mengalahkan kepintaran montirnya sekalipun gajinya rendah karena mobil adalah
benda mati, tidak tumbuh dan tidak berkembang. Namun, yang dihadapi seorang
guru adalah anak-anak dengan potensi besar dan bakat berbeda-beda.
Anak-anak datang dengan mimpi,
cita-cita besar, dan membawa harapan orang tuanya untuk membangun masa depan
yang lebih baik. Oleh karena itu seorang guru, termasuk orang tua,mesti menjadi
pendengar dan pemerhati yang baik bagi anak-anak. Mesti selalu menambah wawasan
tentang perkembangan psikologi anak dan berbagai temuan metode yang baru dan cocok
untuk diterapkan pada anak-anak. Bekal kedua bagi seorang guru ketika masuk
kelas adalah keterampilan menerapkan metode pembelajaran yang tepat, efektif,
dan menyenangkan.
Saya sendiri punya pengalaman,
pernah memperoleh seorang dosen yang ilmunya dalam dan luas dalam mata kuliah
yang dipegang, tetapi mengajarnya kurang efektif. Tidak menarik dan tidak
efisien. Miskin dalam aspek metodenya.Jadi guru yang baik bukan saja yang
menguasai materi ajar, tapi tak kalah penting adalah metode pengajarannya tepat
sehingga anakanak akan senang menerimanya.
Dalam sebuah penelitian
psikologi pembelajaran disebutkan, jika suasana belajar menyenangkan, daya
serap anak akan meningkat, bahkan berlipat. Coba saja perhatikan, belajar
bahasa sambil menyanyi hasilnya akan lebih baik ketimbang model hafalan yang
menjemukan. Ini berlaku terutama bagi anak-anak.Anak-anak biasanya lebih cepat
pintar diajar guru privat profesional ketimbang diajar orang tua sendiri yang
mudah marah-marah tidak sabaran.
Dalam suasana bosan dan tegang,
otak akan menciut,daya serapnya sedikit. Berdasarkan prinsip di atas, maka
terkenal konsep joyful learning. Sebuah pembelajaran yang menyenangkan, tetapi
bukan berarti santai, tidak serius.Yang ditekankan adalah metodenya
menyenangkan agar materi yang telah disiapkan terserap secara optimal. Sejalan
dengan konsep ini, ruang kelas pun hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga
terasa indah dan nyaman.
Ruang kelas yang semrawut dan
warna cat temboknya kusam akan memengaruhi pikiran dan hati siswa juga ikut
semrawut. Bekal ketiga, di samping penguasaan materi dan metode, adalah
kesiapan mental berupa cinta kepada anak-anak. Seorang guru yang baik ketika
masuk ruang kelas mesti dengan hati. Dengan energi dan vibrasi cinta kepada
anak-anak. Mengajar tanpa hati akan terasa hambar. Anak-anak pun tidak akan
mendengarkan dengan hati.
Kita semua pasti punya
pengalaman, guru-guru yang mengajar dengan hati pasti kesannya akan lebih
mendalam sekalipun telah berlalu puluhan tahun. Oleh karena itu,
pandai-pandailah mengatur dan menjaga hati. Ketika dari rumah atau di jalanan
muncul rasa kesal, misalnya, maka ketika kaki menginjak halaman sekolah mesti
mampu menata hati agar rasa kesal itu tidak terbawa masuk ruangan kelas.
Mengajar dengan hati kesal pengaruhnya akan dirasakan langsung oleh anak-anak.
Akan dirasakan oleh
teman-teman sejawat. Pengaruhnya akan terlihat pada air mukanya, pada tutur
katanya, dan pada perilakunya yang ujungnya proses dan suasana pembelajaran
tidak efektif. Oleh karena itu, penting sekali seorang guru memiliki kecerdasan
emosi yang tinggi dan psikologi komunikasi. Bahwa dalam komunikasi yang
berlangsung tidak sekadar tukar-menukar kata dan ide, tetapi faktor emosi juga
akan sangat memengaruhi.
BAB III
PENUTUP/KESIMPULAN
1.
Seorang
guru dituntut untuk dapat menghandle semua anak didiknya.
2.
Suatu
proses mengajar dengan hati tidak dapat dilakukan oleh seorang guru, tanpa
adanya suatu keterampilan-keterampilan mengajar, variasi dalam mengajar juga
dapat menentukan tingkat keberhasilan seorang guru untuk menyampaikan ilmu
kepada anak didik.
3.
Dalam
mengajar, hendaknya seorang guru memperhatikan tingkat emosionalnya. Banyak
seorang guru yang tidak mengajar dengan menggunakan perasaan, atau kata lain
dengan hati. Oleh karena itu sangat perlu sekali diperhatikan.
4.
Perlu
adanya kerjasama antara pihak sekolah dengan guru, untuk menciptakan suatu
pembelajaran yang efektif, dan menyenangkan.
Referensi:
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar,
Jakarta: Bumi Aksara
Nasution, S. 1982. Azas-azas Kurikulum. Bandung:
Jemars.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Thursan Hakim. 2005. Belajar Secara Efektif.
Jakarta: Puspa Swara
Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
gurukreatif.wordpress.com
history1978.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar