LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SALAH SATUNYA ADALAH
MADRASAH DAN PESANTREN
A.
Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Madrasah
merupakan isim makan dari darasa yang berarti “tempat duduk untuk
belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah
atau perguruan (terutama Islam) (MS. Poerwadarminta), 1990: 618). Sementara itu
Karel A. Steenbrink justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dan
beralasan bahwa sekolah dan madrasah mempunyai ciri yang berbeda. Meskipun
demikian, konteks tulisan di sini cenderung menyamakan arti madrasah dengan
sekolah.
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam
sekitar abad ke-5 H atau abad ke-10 M. ketika penduduk Naisabur mendirikan
lembaga pendidikan Islam model madrasah tersebut untuk pertama kalinya (Moh.
Athiyah Al-Abrasyi, 1974: 82).
Pada zaman
pemerintah Bani Umayah, umat Islam sudah mempunyai semacam lembaga pendidikan
Islam yang disebut “kuttab”. Para guru yang mengajar pada kuttab
ini pada mulanya adalah orang-orang non muslim, terutama orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Karena itulah, bagi umat Islam, pengajaran kuttab itu hanya
sebagai tempat belajar keterampilan membaca dan menulis saja, sedangkan
pengajaran Al-Qur'an dan dasar agama Islam diberikan dan diajarkan di
masjid-masjid oleh para guru khusus. Selanjutnya, untuk kepentingan pengajaran
menulis dan membaca bagi anak-anak, yang sekaligus juga memberikan pelajaran
Al-Qur'an dan dasar-dasar pengetahuan agama Islam, diadakanlah kuttab-kuttab
yang terpisah dari masjid agar anak-anak tidak mengganggu ketenangan dan
kebersihan masjid (A. Shalabi, 1945: 21).
Pada awal perkembangan pendidikan Islam telah
terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu: kuttab yang
mengajarkan kecakapan menulis dan membaca Al-Qur'an serta dasar-dasar agama
Islam kepada anak-anak dan merupakan pendidikan tingkat dasar.
Dalam rangka
menampung kegiatan halaqah yang semakin banyak, sejalan dengan
meningkatnya jumlah pelajar dan bidang ilmu pengetahuan yang diajarkan,
dibangun ruang-ruang khusus untuk kegiatan halaqah tersebut di sekitar
masjid. Pada perkembangan selanjutnya dibangun ruangan khusus untuk para guru
dan pelajar, sebagai tempat tinggal dan tempat belajar mengajar setiap hari
secara teratur, yang disebut Zawiyah atau Ribath. Pada mulanya
bangunan-bangunan tersebut berada di sekitar masjid, tetapi dalam perkembangan
selanjutnya banyak Zawuyah yang dibangun sendiri (M. Yunus, 1985: 82).
Lahirnya
madrasah-madrasah di dunia Islam, pada dasarnya merupakan usaha pengembangan
dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah tersebut, dalam rangka menampung
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin
meningkat yang berlangsung sampai sekarang.
B.
Lahir dan Berkembangnya Madrasah di Indonesia
Kehadiran
madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai beberapa
latar belakang, diantaranya:
1.
Sebagai
manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2.
Usaha
penyempurnaan terhadap sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya
memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan
kesempatan kerja dan peroleh ijazah.
3.
Adanya
sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau
pada barat sebagai sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi (Muhaimin,
1993: 305).
Ada beberapa
faktor yang melatarbelakangi lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia,
sekitar permulaan abad ke-20 dan secara garis besar dikelompokkan kepada dua
hal yaitu: keadaan bangsa Indonesia itu dan faktor kondisi luar negeri.
C.
Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Perpaduan
antara sistem pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dan sistem yang
berlaku pada sekolah-sekolah modern merupakan sistem pendidikan dan pengajaran
yang dipergunakan di madrasah. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara
berangsur-angsur dan mengikuti sistem klasikal.
Bahkan,
kemudian lahirlah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan
bentuk-bentuk sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah sama dengan Sekolah
Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah sama dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan
Madrasah Aliyah sama dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Kurikulum
madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata
pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada waktu pemerintah
Republik Indonesia , Kementrian Agama yang mengadakan pembinaan dan
pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalui Kementrian Agama,
merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh
menteri agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah
harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit 6
jam seminggu (I. Djumhur, 1979: 223).
Pengetahuan
umum yang diajarkan di madrasah adalah:
1.
Membaca
dan menulis (huruf latin), bahasa Indonesia
2.
Berhitung
3.
Ilmu
bumi
4.
Sejarah
Indonesia dan dunia
5.
Olah
raga dan kesehatan (Mawardi Sutedjo, 1992: 42)
Selain mata
pelajaran Abama dan Bahasa Arab serta yang disebutkan di atas, juga diajarkan
berbagai keterampilan sebagai bekal para lulusannya terjun ke masyarakat.
D.
Pembinaan dan Pengembangan Madrasah
Pendidikan dan
pengajaran merupakan suatu kewajiban yang tegas menjadi ketentuan dalam Islam
bagi pemeluknya, sehinga sebagai conditio a sine qua non yang harus
dilaksanakan oleh umat Islam tanpa kecuali maju mundurnya, jatuh dan bangunnya,
besar kecilnya peran Islam sangat bergantung pada berhasil tidaknya pendidikan
dan pengajaran yang dilancarkan (A. Shamad, 1984: 14).
Berdasarkan
ketentuan tersebut, tenjang pendidikan pada madrasah tersusun sebagai berikut:
1.
Madrasah
rendah atau sekarang lebih dikenal sebagai
Madrasah Ibtidaiyah, ialah madrasah yang memuat pendidikan dan ilmu pengetahuan
agama Islam menjadi pokok pengajarannya, lama pendidikan 6 tahun.
2.
Madrasah
tingkat pertama atau sekarang
dikenal sebagai Madrasah Tsanawiyah ialah madrasah yang menerima murid-murid
tamatan madrasah rendah atau sederajat dengan itu, serta memberi pendidikan
dalam ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok, lama pendidikannya 3 tahun.
3.
Madrasah
lanjutan atas atau sekarang
dikenal sebagai Madrasah Aliyah, ialah madrasah yang menerima murid-murid
tamatan madrasah lanjutan pertama atau yang sederajat memberi pendidikan dalam
ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok lama belajar 3 tahun.
E.
Asal-Usul Pondok Pesantren Dan Sejarah Perkembangannya.
Pesantren
dilahirkan atas dasar kewajiban dakwah islamiyah, yakni menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i. Pesantren
sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”,
sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang
terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok juga berasal dari bahasa arab “funduq”
yang berarti hotel atau asrama (Zamakhsyari, 1983: 18).
F.
Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Mekanisme kerja
pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya,
yaitu:
1.
Memakai
sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah
modern sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dan kiai.
2.
Kehidupan
di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama
mengatakan problema nonkurikuler mereka.
3.
Para
santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu peroleh gelar ijazah karena
sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan
ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijazah tersebut. Hal itu karena
tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridaan Allah SWT. semata.
4.
Sistem
pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, penamaan
rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5.
Alumni
pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka
hamper tidak dapat dikuasai oleh pemerintah. (Amin Rais, 1989: 162).
Sementara itu,
yang menjadi ciri khas pesantren dan sekaligus menunjukkan unsur-unsur
pokoknya, yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya, yaitu:
1.
Pondok
Merupakan tempat tinggal kiai bersama para santri dan bekerja sama
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, merupakan pembeda dengan lembaga pendidikan
yang berlangsung di masjid atau langgar. Dalam perkembangannya, pondok lebih
menonjol fungsinya sebagai tempat pemondokan atau asrama, dan setiap santri
dikenakan semacam sewa atau iuran untuk pemeliharaan pondok tersebut.
2.
Masjid
Sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar. Masjid yang merupakan
unsur pokok kedua dari pesantren, disamping berfungsi sebagai tempat melakukan
shalat berjamaah tiap waktu shalat, juga berfungsi sebagai tempat belajar
mengajar. Pada sebagian pesantren, masjid juga berfungsi sebagai i’tikaf dan
melaksanakan latihan-latihan atau suluk dan dzikir, maupun amalan-amalan
lainnya dalam kehidupan tarekat dan sufi (Zamakhsyari, 1982: 138).
3.
Santri
Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren, biasanya terdiri
dari dua kelompok, yaitu:
1)
Santri
mukim ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok
pesantren.
2)
Santri
kalong ialah santri yang berasal dari daerah sekitar pesantren dan biasanya
mereka menetap dalam pesantren. Mereka pulang ke rumah masing-masing setiap
selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.
4.
Kiai
Merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberikan pengajaran.
Karena itu, kiai merupakan salah satu unsur yang paling dominan dalam kehidupan
suatu pesantren. Gelar kiai diberikan oleh masyarakat kepada orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan mendalam tentang agama Islam dan memiliki serta
memimpin pondok pesantren, serta mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para
santri. Dalam perkembangannya, kadang-kadang sebutan kiai juga diberikan kepada
mereka yang mempunyai keahlian yang mendalam di bidang agama Islam, dan tokoh
masyarakat, walaupun tidak memiliki atau memimpin serta memberikan pelajaran di
pesantren.
5.
Kitab-kitab
Islam klasik
Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga
pendidikan lainnya adalah bahwa pada pesantren diajarkan kitab-kitab klasik
yang dikarang para ulama terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan
agama Islam dan bahasa arab. Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab tentang
berbagai macam ilmu yang mendalam. Tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya,
biasanya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
G.
Sistem Pendidikan Dan Pengajaran Pesantren
Pondok
pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu
model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan
wetonan atau bandungan (menurut istilah dari Jawa Barat).
Sorogan disebut juga sebagai cara mengajar per-kepala, yaitu setiap santri
mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari
kiai. Dengan cara sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu kiai yang
disebut badal.
Dengan metode bandungan
atau halaqah dan sering juga wetonan, para santri duduk di
sekitar kiai dengan membentuk lingkaran. Kiai maupun santri dalam halaqah tersebut
memegang kitab masing-masing. Kiai membacakan teks kitab kemudian
menterjemahkannya kata demi kata, dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak
kitab masing-masing dan mendengarkan dengan seksama terjemahan dan
penjelasan-penjelasan kiai, kemudian santri mengulang dan mempelajari kembali
secara sendiri-sendiri (Mahmud Yunus, 1985: 58).
Secra garis
besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a)
Pesantren
tradisional; pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional
dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
b)
Pesantren
modern; pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal
dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua santri yang masuk pondok terbagi
dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan
ada yang cuma sekedar pengelap, dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang
studi. Begitu juga dengan sistem yang diterapkan seperti cara sorogan dan
bandungan mulai berubah menjadi individual dalam hal belajar dan kuliah secara
umum, atau stadium general (Zuhairini, 1986: 65).
Dalam rangka
menjaga kelangsungan hidup pesantren, pemerintah telah memberikan bimbingan dan
bantuan sebagai motivasi agar tetap berkembang sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakat dan pembangunan arah pengembangan pesantren
dititikberatkan kepada:
1)
Peningkatan
tujuan intruksional pondok pesantren dalam kerangka pendidikan nasional dan
pengembangan potensinya sebagai lembaga sosial di pedasaan.
2)
Peningkatan
kurikulum dengan metode pendidikan agar efesiensi dan kreatifitas pengembangan
pondok pesantren terarah.
3)
Menggalakkan
pendidikan keterampilan di lingkungan pondok pesantren untuk mengembangkan
potensi pondok pesantren dalam bidang prasarana sosial dan taraf hidup
masyarakat.
4)
Menyempurnakan
bentuk pesantren dengan madrasah menurut surat keputusan bersama tiga Menteri
(SKB T3 Menteri tahun 1975) tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah
(Alamsyah, 1982: 80).
KESIMPULAN
Dapat
disimpulkan bahwa lembaga madrasah dan pondok pesantren memiliki nilai
pendidikan Islam yang sangat tinggi. Dapat menjadikan umat manusia untuk keluar
dari kebodohan menjadi pintar.
Itulah sebabnya
mengapa terciptanya madrasah dan pesantren, dikarenakan masyarakat Indonesia
sangat butuh sekali pendidikan Islam yang seperti itu. Para ulama kita yang
memimpin lembaga tersebut merasa bahagia, karena dapat mengajak masyarakat
Indonesia ke masyarakat yang lebih maju dalam bidang ilmu agama. Hal ini sangat
penting sekali.
Di Indonesia
banyak sekali madrasah-madrasah yang berkualitas, baik dari segi ilmu
pengetahuannya maupun dari segi pelajar dan pengajarnya. Demikian pula
pesantren di Indonesia, cukup meluas terutama pesantren yang terdapat di pulau
jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
Kebanyakan para
ahli ilmu kitab klasik dan ilmu agama lainnya muncul dari pulau-pulau tersebut,
tetapi tidak muthlak. Dari pulau lainnya pun sama pada dasarnya.
Bangsa
Indonesia perlu bangga karena adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
sangat beragam macamnya. Tentunya dapat menjadikan masyarakat Indonesia ini
maju akan ilmu pengetahuan agama. Dan dapat membentuk manusia menjadi manusia
yang berakhlakul karimah.
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Hj. Enung K. Rukiati, Dra.
Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Pustaka Setia,
Bandung: 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar