Selasa, 15 Mei 2012

LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SALAH SATUNYA ADALAH MADRASAH DAN PESANTREN


LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SALAH SATUNYA ADALAH
MADRASAH DAN PESANTREN

A.    Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Madrasah merupakan isim makan dari darasa yang berarti “tempat duduk untuk belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama Islam) (MS. Poerwadarminta), 1990: 618). Sementara itu Karel A. Steenbrink justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dan beralasan bahwa sekolah dan madrasah mempunyai ciri yang berbeda. Meskipun demikian, konteks tulisan di sini cenderung menyamakan arti madrasah dengan sekolah.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke-10 M. ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah tersebut untuk pertama kalinya (Moh. Athiyah Al-Abrasyi, 1974: 82).
Pada zaman pemerintah Bani Umayah, umat Islam sudah mempunyai semacam lembaga pendidikan Islam yang disebut “kuttab”. Para guru yang mengajar pada kuttab ini pada mulanya adalah orang-orang non muslim, terutama orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena itulah, bagi umat Islam, pengajaran kuttab itu hanya sebagai tempat belajar keterampilan membaca dan menulis saja, sedangkan pengajaran Al-Qur'an dan dasar agama Islam diberikan dan diajarkan di masjid-masjid oleh para guru khusus. Selanjutnya, untuk kepentingan pengajaran menulis dan membaca bagi anak-anak, yang sekaligus juga memberikan pelajaran Al-Qur'an dan dasar-dasar pengetahuan agama Islam, diadakanlah kuttab-kuttab yang terpisah dari masjid agar anak-anak tidak mengganggu ketenangan dan kebersihan masjid (A. Shalabi, 1945: 21).
 Pada awal perkembangan pendidikan Islam telah terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu: kuttab yang mengajarkan kecakapan menulis dan membaca Al-Qur'an serta dasar-dasar agama Islam kepada anak-anak dan merupakan pendidikan tingkat dasar.
Dalam rangka menampung kegiatan halaqah yang semakin banyak, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajar dan bidang ilmu pengetahuan yang diajarkan, dibangun ruang-ruang khusus untuk kegiatan halaqah tersebut di sekitar masjid. Pada perkembangan selanjutnya dibangun ruangan khusus untuk para guru dan pelajar, sebagai tempat tinggal dan tempat belajar mengajar setiap hari secara teratur, yang disebut Zawiyah atau Ribath. Pada mulanya bangunan-bangunan tersebut berada di sekitar masjid, tetapi dalam perkembangan selanjutnya banyak Zawuyah yang dibangun sendiri (M. Yunus, 1985: 82).
Lahirnya madrasah-madrasah di dunia Islam, pada dasarnya merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah tersebut, dalam rangka menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat yang berlangsung sampai sekarang.
B.     Lahir dan Berkembangnya Madrasah di Indonesia
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai beberapa latar belakang, diantaranya:
1.      Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2.      Usaha penyempurnaan terhadap sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan peroleh ijazah.
3.      Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi (Muhaimin, 1993: 305).
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia, sekitar permulaan abad ke-20 dan secara garis besar dikelompokkan kepada dua hal yaitu: keadaan bangsa Indonesia itu dan faktor kondisi luar negeri.
C.    Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Perpaduan antara sistem pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern merupakan sistem pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di madrasah. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur dan mengikuti sistem klasikal.
Bahkan, kemudian lahirlah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah sama dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah sama dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Aliyah sama dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada waktu pemerintah Republik Indonesia , Kementrian Agama yang mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalui Kementrian Agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh menteri agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit 6 jam seminggu (I. Djumhur, 1979: 223).
Pengetahuan umum yang diajarkan di madrasah adalah:
1.      Membaca dan menulis (huruf latin), bahasa Indonesia
2.      Berhitung
3.      Ilmu bumi
4.      Sejarah Indonesia dan dunia
5.      Olah raga dan kesehatan (Mawardi Sutedjo, 1992: 42)
Selain mata pelajaran Abama dan Bahasa Arab serta yang disebutkan di atas, juga diajarkan berbagai keterampilan sebagai bekal para lulusannya terjun ke masyarakat.
D.    Pembinaan dan Pengembangan Madrasah
Pendidikan dan pengajaran merupakan suatu kewajiban yang tegas menjadi ketentuan dalam Islam bagi pemeluknya, sehinga sebagai conditio a sine qua non yang harus dilaksanakan oleh umat Islam tanpa kecuali maju mundurnya, jatuh dan bangunnya, besar kecilnya peran Islam sangat bergantung pada berhasil tidaknya pendidikan dan pengajaran yang dilancarkan (A. Shamad, 1984: 14).
Berdasarkan ketentuan tersebut, tenjang pendidikan pada madrasah tersusun sebagai berikut:
1.      Madrasah rendah atau sekarang lebih dikenal sebagai Madrasah Ibtidaiyah, ialah madrasah yang memuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya, lama pendidikan 6 tahun.
2.      Madrasah tingkat pertama atau sekarang dikenal sebagai Madrasah Tsanawiyah ialah madrasah yang menerima murid-murid tamatan madrasah rendah atau sederajat dengan itu, serta memberi pendidikan dalam ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok, lama pendidikannya 3 tahun.
3.      Madrasah lanjutan atas atau sekarang dikenal sebagai Madrasah Aliyah, ialah madrasah yang menerima murid-murid tamatan madrasah lanjutan pertama atau yang sederajat memberi pendidikan dalam ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok lama belajar 3 tahun.

E.     Asal-Usul Pondok Pesantren Dan Sejarah Perkembangannya.
Pesantren dilahirkan atas dasar kewajiban dakwah islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i. Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok juga berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama (Zamakhsyari, 1983: 18).

F.     Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Mekanisme kerja pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang  diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:
1.      Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dan kiai.
2.      Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatakan problema nonkurikuler mereka.
3.      Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu peroleh gelar ijazah karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridaan Allah SWT. semata.
4.      Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, penamaan rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5.      Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hamper tidak dapat dikuasai oleh pemerintah. (Amin Rais, 1989: 162).
Sementara itu, yang menjadi ciri khas pesantren dan sekaligus menunjukkan unsur-unsur pokoknya, yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya, yaitu:
1.      Pondok
Merupakan tempat tinggal kiai bersama para santri dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, merupakan pembeda dengan lembaga pendidikan yang berlangsung di masjid atau langgar. Dalam perkembangannya, pondok lebih menonjol fungsinya sebagai tempat pemondokan atau asrama, dan setiap santri dikenakan semacam sewa atau iuran untuk pemeliharaan pondok tersebut.
2.      Masjid
Sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar. Masjid yang merupakan unsur pokok kedua dari pesantren, disamping berfungsi sebagai tempat melakukan shalat berjamaah tiap waktu shalat, juga berfungsi sebagai tempat belajar mengajar. Pada sebagian pesantren, masjid juga berfungsi sebagai i’tikaf dan melaksanakan latihan-latihan atau suluk dan dzikir, maupun amalan-amalan lainnya dalam kehidupan tarekat dan sufi (Zamakhsyari, 1982: 138).
3.      Santri
Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren, biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu:
1)      Santri mukim ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren.
2)      Santri kalong ialah santri yang berasal dari daerah sekitar pesantren dan biasanya mereka menetap dalam pesantren. Mereka pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.
4.      Kiai
Merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberikan pengajaran. Karena itu, kiai merupakan salah satu unsur yang paling dominan dalam kehidupan suatu pesantren. Gelar kiai diberikan oleh masyarakat kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan mendalam tentang agama Islam dan memiliki serta memimpin pondok pesantren, serta mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para santri. Dalam perkembangannya, kadang-kadang sebutan kiai juga diberikan kepada mereka yang mempunyai keahlian yang mendalam di bidang agama Islam, dan tokoh masyarakat, walaupun tidak memiliki atau memimpin serta memberikan pelajaran di pesantren.
5.      Kitab-kitab Islam klasik
Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa pada pesantren diajarkan kitab-kitab klasik yang dikarang para ulama terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama Islam dan bahasa arab. Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab tentang berbagai macam ilmu yang mendalam. Tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya, biasanya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
G.    Sistem Pendidikan Dan Pengajaran Pesantren
Pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan wetonan atau bandungan (menurut istilah dari Jawa Barat).
Sorogan disebut juga sebagai cara mengajar per-kepala, yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kiai. Dengan cara sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu kiai yang disebut badal.
Dengan metode bandungan atau halaqah dan sering juga wetonan, para santri duduk di sekitar kiai dengan membentuk lingkaran. Kiai maupun santri dalam halaqah tersebut memegang kitab masing-masing. Kiai membacakan teks kitab kemudian menterjemahkannya kata demi kata, dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak kitab masing-masing dan mendengarkan dengan seksama terjemahan dan penjelasan-penjelasan kiai, kemudian santri mengulang dan mempelajari kembali secara sendiri-sendiri (Mahmud Yunus, 1985: 58).
Secra garis besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a)      Pesantren tradisional; pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
b)      Pesantren modern; pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang cuma sekedar pengelap, dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi. Begitu juga dengan sistem yang diterapkan seperti cara sorogan dan bandungan mulai berubah menjadi individual dalam hal belajar dan kuliah secara umum, atau stadium general (Zuhairini, 1986: 65).
Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup pesantren, pemerintah telah memberikan bimbingan dan bantuan sebagai motivasi agar tetap berkembang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan pembangunan arah pengembangan pesantren dititikberatkan kepada:
1)      Peningkatan tujuan intruksional pondok pesantren dalam kerangka pendidikan nasional dan pengembangan potensinya sebagai lembaga sosial di pedasaan.
2)      Peningkatan kurikulum dengan metode pendidikan agar efesiensi dan kreatifitas pengembangan pondok pesantren terarah.
3)      Menggalakkan pendidikan keterampilan di lingkungan pondok pesantren untuk mengembangkan potensi pondok pesantren dalam bidang prasarana sosial dan taraf hidup masyarakat.
4)      Menyempurnakan bentuk pesantren dengan madrasah menurut surat keputusan bersama tiga Menteri (SKB T3 Menteri tahun 1975) tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah (Alamsyah, 1982: 80).











KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa lembaga madrasah dan pondok pesantren memiliki nilai pendidikan Islam yang sangat tinggi. Dapat menjadikan umat manusia untuk keluar dari kebodohan menjadi pintar.
Itulah sebabnya mengapa terciptanya madrasah dan pesantren, dikarenakan masyarakat Indonesia sangat butuh sekali pendidikan Islam yang seperti itu. Para ulama kita yang memimpin lembaga tersebut merasa bahagia, karena dapat mengajak masyarakat Indonesia ke masyarakat yang lebih maju dalam bidang ilmu agama. Hal ini sangat penting sekali.
Di Indonesia banyak sekali madrasah-madrasah yang berkualitas, baik dari segi ilmu pengetahuannya maupun dari segi pelajar dan pengajarnya. Demikian pula pesantren di Indonesia, cukup meluas terutama pesantren yang terdapat di pulau jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
Kebanyakan para ahli ilmu kitab klasik dan ilmu agama lainnya muncul dari pulau-pulau tersebut, tetapi tidak muthlak. Dari pulau lainnya pun sama pada dasarnya.
Bangsa Indonesia perlu bangga karena adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang sangat beragam macamnya. Tentunya dapat menjadikan masyarakat Indonesia ini maju akan ilmu pengetahuan agama. Dan dapat membentuk manusia menjadi manusia yang berakhlakul karimah.





DAFTAR PUSTAKA

Dra. Hj. Enung K. Rukiati, Dra. Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung: 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar