BAB III
PENDIDIKAN ISLAM LUAR SEKOLAH
DALAM PRAKTEK
A.
Bentuk dan Model Pendidikan Luar Sekolah
1.
Bentuk Pendidikan Islam Luar Sekolah
a.
Pendidikan
di Lingkungan Keluarga
Kita mulai pembahasan ini dengan terlebih dahulu menginsafkan bahwa
harta benda dan ank-anak kita adalah karunia Ilahi kepada kita sebagai ujian
atau percobaan (fitnah), apakah kita dapat memanfaatkan harta itu dan
mendidik anak tersebut dengan baik atau tidak. Sebab tidak perlu diragukan lagi
bahwa harta dan anak adalah unsur-unsur utama kehidupan manusia, yang
membuatnya memperoleh kebahagiaan lahir dan duniawi.
Karena harta dan anak adalah hiasan hidup duniawi, maka
sesungguhnya kehidupan duniawi ini adalah permainan, kesenangan dan kemegahan, serta
saling bangga dan saling berlomba dalam banyak harta dan anak. Disisi lain dari
harta dan anak adalah kemungkinannya dengan mudah berubah dari sumber
kebahagiaan, menjadi sumber kesengsaraan dan kenistaan yang tidak terkira.
Kalau kita tidak sanggup memanfaatkan harta dan mendidik anak tersebut sesuai
dengan pesan dan amanat Allah SWT.
Oleh karena itu pembicaraan tentang PAI di lingkungan rumah tangga
sebagai peringatan. Benarkah Pendidikan Agama Islam di lingkungan rumah tangga
mempunyai peran positif? Dapatkah hal itu dibuktikan dengan menunjukkan
contoh-contoh nyata.
Agama
dan pendidikan agama
Agama jika diartikan adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang
terpuji yang dilakukan demi memperoleh ridho Allah SWT. Agama dengan kata lain
meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku
itu membentuk keutuhan manusia, berbudi luhur (berakhlak karimah), atas dasar
percaya atau iman kepada Allah SWT. dan bertanggung jawab pribadi di hari
kemudian.
Pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik.
Nabi Muhammad SAW. menegaskan bahwa beliau diutus hanyalah untuk
menyempurnakan berbagai keluhuran budi. Hal ini diungkapkan dalam sebuah hadits
terkenal, “sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan berbagai
keluhuran budi” (innamaa bu’itstu li utammima makaarimal akhlaaq).
Karena itu peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan
keagamaan yang benar adalah amat penting. Dan di sini yang ditekankan, memang
pendidikan oleh orang tua, bukan pengajaran. Sebagian dari usaha pendidikan itu
memang dapat di limpahkan kepada lembaga atau orang lain, seperti kepada
sekolah dan guru agama, misalnya. Tetapi yang sesungguhnya dapat dilimpahkan
kepada lembaga atau orang lain terutama hanyalah pengajaran agama, berwujud
latihan dan pelajaran membaca bacaan-bacaan keagamaan, termasuk membaca Al-Qur'an
dan mengajarkan ritus-ritus.
Sebagai pengajaran, peran orang lain seperti sekolah dan guru
hanyalah terbatas, terutama kepada segi-segi pengetahuan dan bersifat kognitif,
meskipun tidak berarti tidak ada sekolah atau guru yang juga sekaligus berhasil
memerankan pendidikan yang lebih bersifat afektif. Namun jelas bahwa segi
afektif itu akan lebih mendalam diperoleh anak di rumah tangga, melalui orang
tua dan suasana umum kerumahtanggaan itu sendiri.
Pendidikan agama dan penghayatan agama
Maka jika yang dimaksudkan adalah pendidikan agama dalam rumah
tangga, jelas melibatkan peran orang tua serta keseluruhan anggota rumah tangga
dalam usaha menciptakan suasana keagamaan yang baik dan benar dalam keluarga.
Dan peran orang tua tidak perlu berupa peran pengajaran (yang nota bene dapat
diwakilkan kepada orang lain tadi). Peran orang tua adalah peran tingkah laku atau
teladan, dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati
oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh.
Karena itu, yang penting ialah adanya penghayatan kehidupan
keagamaan dalam suasana rumah tangga. Mode mendirikan musholla yang sekarang ini
cukup banyak dipraktekkan orang dalam lingkungan rumah tangga adalah permulaan,
bahkan lingkungan keluarga akan menegaskan kehadiran rasa keagamaan dalam
keluarga itu.
Sebagai bingkai atau kerangka keagamaan, shalat adalah titik tolak
yang sangat baik untuk pendidikan keagaan seterusnya. Pertama-tama, shalat itu
mengandung arti penguatan ketaqwaan kepada Allah SWT., memperkokoh dimensi vertikal
hidup manusia, yaitu tali hubungan dengan Allah SWT. segi ini dilambangkan
dalam takbiratul ihram, yaitu takbir atau ucapan Allahu Akbar pada
pembukaan shalat. Kedua, shalat itu menegaskan pentingnya memelihara hubungan
dengan sesama manusia secara baik, penuh perdamaian, dengan kasih atau rahmat,
serta berkah Tuhan. Jadi memperkuat dimensi horizontal hidup manusia, yaitu
tali hubungan dengan sesama manusia.
b.
Pendidikan Islam di Lingkungan Masyarakat
Peranan Majelis Ta’lim
Bila dilihat dari struktur organisasinya, majelis ta'lim adalah
termasuk organisasi Pendidikan Luar Sekolah atau (non formal) yang bercirikan
khusus keagamaan Islam. Bila dilihat dari segi tujuan, majelis ta'lim adalah
termasuk lembaga atau sarana dakwah islamiyah yang secara self-standing
dan self-disciplined dapat mengatur dan melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Di dalamnya berkembang prinsip demokrasi yang berdasarkan musyawarah untuk
mufakat demi untuk kelancaran pelaksanaan ta’lim al islamy sesuai dengan
tuntutan pesertanya.
Maka itu secara strategis majelis-majelis ta'lim itu sebagai sarana
dakwah dan tabligh yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan
dan peningkatan kualitas hidup ummat Islam sesuai tuntutan ajaran agama. Dan
lain-lainnya ialah untuk menyadarkan ummat Islam dalam rangka menghayati
memahami dan mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada lingkungan
hidup sosial budaya dan alam sekitar mereka.
Tantangan Modernisasi Kehidupan Manusia
Masyarakat manusia saat ini sedang dihadapkan kepada berbagai
tantangan baru yang bersumber pada gagasan yang disebut modernisasi.
Untuk itu ulama masa kini dan masa depan adalah ulama yang ilmuan
yang mengetahui dan memahami tuntutan modernisasi umat berkat pengaruh
perkembangan IPTEK yang membanjiri seluruh bidang kehidupan manusia termasuk
dampaknya terhadap kehidupan beragama yang nilai-nilainya bersifat absolute
atau (mutlak dari Allah SWT.)
Jadikanlah ajaran agama sebagai sumber motivasi yang positif untuk
semangat pembaharuan hidup yang menyejukkan hati dan menyegarkan pikiran yang
kreatif. Insya Allah dengan cara demikian umat islam dengan agamanya dan mampu
berperan dalam proses pembangunan masyarakat dalam segala lingkungan.
Sistem Pendekatan yang Integralistik
Bagi para pemimpin pengajian atau da’i atau muballigh dalam proses
penyajian materi agama kepada para peserta perlu memegangi seperangkat pandangan
yang didasarkan atas sistem pendekatan antara lain:
·
Pendekatan
Psikologis: yang menuntut kepada pemahaman terhadap kecenderungan dan tingkat
kemampuan pemahaman peserta didik untuk menyerap materi pengajian.
·
Pendekatan
Sosial Kultural: menghendaki agar kita dapat membawa suasana kejiwaan peserta
didik/pengajian ke arah sikap komunikasi dan interaksi dengan lingkungan yang
positif disekitarnya.
·
Pendekatan
Religious: menuntut kepada kita untuk mampu menguak menginterprestasikan ajaran
agama yang menimbulkan suasana keagamaan dalam majelis serta menimbulkan jiwa
keagamaan dalam tiap pribadi peserta didik.
·
Pendekatan
Saintifik: menuntut kita untuk mampu menganalisa dan menafsirkan ayat-ayat
ataupun hadits yang relevan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan.
·
Pendekatan
Pembangunan: menuntut kita untuk menggali sumber motivasi dari dalam ajaran
agama dari sudut kemanfaatan untuk hidup rukun, bersatu padu sebagai satu
bangsa, satu tanah air yang berketahanan mental dan nasional berwawasan bangsa
(wawasan nusantara) cinta terhadap pola hidup sederhana, produktif dan mandiri.
Orientasi Pengembangan System Pendidikan Roudhatul Athfal (RA)
Sebagai pendidik agar anak didik kita dibina dan dikembangkan untuk
menjadi manusia yang utuh, sehat lahiriyah dan batiniah yang memiliki
kesanggupan potensial dan aktual untuk melaksanakan 3 fungsi kemanusiaan yaitu:
1.
Memfungsikan
Individualitas, karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk pribadi yang
berkemampuan dasar untuk dibina menjadi makhluk yang dewasa di mana
fungsi-fungsi pengamatan, berfikir, berkemampuan, merasakan, mengingat dan
nafsu, memiliki keseimbangan yang terpadu antara satu dan lainnya.
2.
Memfungsikan
Sosialitas, yang berarti selain sebagai makhluk pribadi, iapun mampu menjadi
makhluk yang bermasyarakat. Ini berarti pula ia harus berkemampuan untuk dibina
dan dikembangkan menjadi anggota masyarakat di mana perasaan solidaritas, rasa
ikut memiliki serta rasa keterkaitan dengan masyarakat sebagai persekutuan
hidup bersama sangat penting bagi perkembangan hidupnya.
3.
Memfungsikan
kemampuan Moralitas. Hal ini mengandung pengertian bahwa setiap manusia sebagai
makhluk pribadi dan sosial tersebut masih memerlukan suatu kemampuan psikologis
untuk melaksanakan secara aktual norma-norma susila/akhlak.
Pengembangan System Pendidikan
Istilah pengembangan mengandung pengertian yang luas, terutama bila
diterapkan dalam proses pembangunan bangsa yang besar seperti Indonesia. Akan
tetapi bila dikaitkan dengan pengertian pendidikan maka hal tersebut jelas
menunjukkan suatu proses perubahan secara bertahap ke arah tingkat yang
berkecenderungan lebih tinggi dan meluas serta mendalam yang secara menyeluruh
dapat tercipta suatu kesempurnaan atau kematangan.
Fungsi pendidikan pra-sekolah (Raudhatul Athfal) adalah:
a.
Melaksanakan
amanat pendidikan dari orang tua dalam arti mengembangkan pribadinya melalui
proses belajar mengajar secara formal untuk memperoleh unsur-unsur dasar ilmu
pengetahuan dengan pengenalan anak kepada alam sekitarnya.
b.
Mempersiapkan
anak dengan pengalaman-pengalaman sikap dan kemampuan untuk memasuki masa
sekolah yang sebenarnya.
Orientasi Sistem Pendidikan Pra-Sekolah
Orientasi tersebut sekurang-kurangnya meliputi 3 faktor
pengembangan yaitu:
1.
Pengembangan
hidup yang berorientasi kepada keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT.
2.
Pengembangan
hidup yang berorientasi kepada kehidupan masyarakat/sesama manusia.
3.
Pengembangan
yang berorientasi kepada lingkungan alam sekitarnya.
Sistem dan Metode Penyampaian
Sistem pengorganisasian pendidikan pada TK/RA perlu disusun
berdasarkan pendekatan yang lebih mementingkan kepada kepentingan anak, bukan
kepentingan guru.
Sesuai dengan usia anak tingkat pra-sekolah itu metode pengenalan
dan penyajian mata pelajaran diterapkan dalam bentuk:
1.
Cerita
kanak-kanak yang mula-mula bersifat fantastis, kemudian semakin menuju skematis
antara lain dengan gambar-gambar dan sebagainya.
2.
Pembiasan
dalam rangka pembentukan kebiasaan yang baik.
3.
Permainan
yang mengandung nilai edukatif, misalnya dengan permainan edukatif yang religious.
Alat permainan tersebut menurut Dr. Maria Mountessori adalah mampu
mengembangkan daya kognitif anak.
4.
Darma
wisata untuk mengenalkan ke lingkungan alam sekitar masyarakat dan sebagainya
dengan mengingat daya kemampuan jasmani dan psikologis anak.
Pendidikan Islam di Pesantren
1.
Sistem
Pengajaran Agama di Pondok Pesantren
Istilah sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren dimaksud
adalah sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai
tujuan pendidikan dan pengajaran yang berlangsung dalam pondok pesantren itu.
Sedangkan bila kita mempergunakan istilah sistem (susteem dalam bahasa Belanda)
pendekatan tentang metode pengajaran agama Islam di Indonesia, maka tak lain pengertiannya
adalah “cara pendekatan dan cara penyampaian ajaran agama islam di Indonesia”
dimana ruang lingkupnya yang luas, tidak hanya terbatas pada pondok pesantren,
akan tetapi mencakup lembaga-lembaga pendidikan formal, baik madrasah maupun
sekolah umum dan non formal seperti pondok pesantren.
Namun dalam pembahasan ini hanya akan kami batasi pada lembaga
pendidikan yang sedang kita pikirkan bersama saat ini yaitu sistem pendekatan tentang
metode pengajaran agama Islam di pondok pesantren, untuk memudahkan segala
usaha mencapai tujuan.
2.
Metode
Pengajaran Agama di Pondok Pesantren
Metode penyajian atau penyampaian tersebut ada yang bersifat
tradisional menurut kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan dalam institusi
itu, seperti pengajian dengan balahan, weton dan sorogan.
Perlu kita sadari bahwa ada strategi dasar yang telah dipegangi
oleh pimpinan pondok pesantren yang ditetapkan dalam muktamar pondok pesantren
yang menyatakan sebagai berikut:
1.
Metode
tanya jawab
2.
Metode
diskusi
3.
Metode
imla’
4.
Metode
muthola’ah
5.
Metode
proyek
6.
Metode
dialog
7.
Metode
karyawan
8.
Metode
hafalan
9.
Metode
sosiodrama
10.
Metode
widyawisata
11.
Metode
problem soving
12.
Metode
pemberian situasi
13.
Metode
pembiasaan
14.
Metode
percontohan tingkah laku
15.
Metode
reinforcement
16.
Metode
berdasarkan teori Connectionisme, Stimulus-Respons=Bond
17.
Metode
penyampaian melalui sistem modul
Macam-macam metode itu menjadi efektif dan tidaknya bagi santri
adalah banyak bergantung kepada pribadi pendidik itu sendiri.
3.
Sistem
Pendekatan Metodologis di Pondok Pesantren
Sistem pendekatan metodologis yang perlu pendapatkan perhatian dari
para pendidik juga di pondok pesantren adalah bilamana didasarkan atas disiplin
ilmu sosial sekurang-kurangnya meliputi:
1.
Pendekatan
psikologis, yang tekanannya diutamakan pada dorongan-dorongan yang bersifat persuasif
dan motivatif.
2.
Pendekatan
sosial kultural, yang ditekankan kepada usaha pengembangan sikap pribadi dan
sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat.
3.
Pendekatan
religik, yang ditekankan adalah membawa keyakinan (aqidah) keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung ke
arah intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas).
4.
Pendekatan
historis, yang ditekankan pada usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai
keagamaan melalui proses kesejarahan.
5.
Pendekatan
komparatif, yang ditekankan pada membandingkan suatu gejala sosial keagamaan dengan
hukuman dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan situasi dan zamannya.
6.
Pendekatan
filosofis, yang ditekankan berdasarkan tinjauan atau pandangan falsafah, yaitu usaha
mencapai kebenaran dengan memakai akal dan rasio.
2.
Model-model
Pendidikan Islam Luar Sekolah
a.
Model
Kajian Islam Remaja Islam Sunda Kelapa Jakarta (RISKA)
Arah Pembinaan dan Pendidikan
1.
Peningkatan
pemahaman dan penghayatan serta pengalaman nilai-nilai ke-islaman pada setiap
anggota maupun fungsionaris dalam hal:
a.
Nilai-nilai
iman dan aqidah sehingga tertanam dalam setiap gerak langkahnya semata-mata
mencari ridho Allah SWT.
b.
Nilai-nilai
ibadah, sehingga dengan ini diharapkan terbinanya pribadi muslim yang utuh dan
menjadi contoh yang baik dalam kehidupan remaja dan lingkungan.
c.
Nilai-nila
Islam secara menyeluruh, meliputi aspek ubudiyah, akhlak dan mu’amalah,
sehingga setiap anggota diharapkan dapat menjabarkan lebih jauh nilai-nilai
keislaman dalam kerangka kehidupan kemasyarakatan.
2.
Peningkatan
berorganisasi secara baik dalam dinamika kehidupan organisasi secara
keseluruhan dengan memahami tujuan RISKA dan program kerja RISKA.
3.
Meningkatkan
kreatifitas, peran dan tanggung jawab anggota agar mampu ditempatkan baik di dalam
maupun di luar organisasi RISKA.
4.
Peningkatan
kemampuan baik fisik, mental dan intelektual pada setiap anggota guna
terealisasinya tujuan RISKA maupun cita-cita pribadi setiap anggota.
Ruang Lingkup Organisasi
1.
Intern
organisasi
Singkatnya setiap bentuk kegiatan RISKA adalah merupakan penjabaran
dari konsepsi dan nilai-nilai yang mendasarinya, untuk kemudian memberikan
input dan pengalaman kepada setiap anggota guna memungkinkan mereka dapat mengembangkan
kualitas/potensi pribadinya.
2.
Ekstern
organisasi
Kondisi ekstern organisasi akan mempengaruhi setiap langkah maupun
usaha yang dilakukan oleh organisasi di dalam merealisasikan tujuannya. Oleh
karena itu RISKA sebagai suatu wadah pembinaan dan pengembangan remaja dan
pemuda tidak dapat melepaskan atau memisahkan diri dari kehidupan masyarakat,
terutama kehidupan remaja dan pemuda. Hal yang memberikan pengaruh terhadap
kehidupan remaja/pemuda seperti halnya kehidupan keagamaan, sosial budaya dan
pendidikan apakah itu bersifat langsung ataupun tidak langsung, hendaknya
menjadi suatu perhatian secara seksama.
Studi Dasar Islam Siswa (SDIS)
Remaja adalah insan muda yang perlu dibentuk sehingga nantinya akan
menjadi manusia-manusia berkepribadian yang sehat rohani dan jasmaninya. RISKA
adalah salah satu wadah aspirasi kaum muda dengan segala bentuk aktifitasnya
menyadari akan hal tersenut di atas, untuk itulah perlu dibentuk suatu departemen
tersendiri yang mengelola kegiatan kerohanian yang dikhususkan untuk kaum
remaja, yaitu departemen Studi Dasar Islam Siswa (SDIS).
Pelaksanaan Pesantren Kilat di Lembaga Pendidikan Sekolah
Program pesantren kilat merupakan salah satu trobosan dalam mengatasi
persoalan-persoalan pendidikan agama di sekolah. Dengan kata lain program
pesantren kilat merupakan upaya alternatif dalam mengisi aspek-aspek ajaran
agama yang belum tergarap melalui pendidikan di sekolah.
Pada tingkat operasional, aplikasi pencapaian tujuan pendidikan
agama islam di tingkat sekolah dasar dan sltp, berlaku ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
1.
Kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan dengan sistem klasikal yang mengelompokkan anak
dengan usia dan kemampuan rata-rata menerima mata pelajaran dari guru mata
pelajaran yang sama.
2.
Kegiatan
belajar mengajar pada dasarnya mengembangkan kemampuan psikis dan fisik serta
dalam penyesuaian sosial secara utuh.
3.
Pemanfaatan
sarana pelajaran sesuai dengan kekhususan pendidikan agama Islam.
4.
Ketentuan
pembelajaran lebih bersifat birokratis atas dasar struktur dan fungsi dari
instansi yang lebih atas yang terkait secara langsung dalam pendidikan.
Pada tingkat SMU pelaksanaan pendidikan agama islam untuk mencapai
tujuan yang dicita-citakan, diperlukan bagi para pelaksana agar memperhatikan
rambu-rambu sebagai berikut:
1.
Pendekatan-pendekatan
dalam pendidikan agama islam meliputi pendekatan pengalaman, pembiasaan,
emosional, rasional dan fungsional.
2.
Kemampuan
dasar yang harus dicapai dari pendidikan agama islam meliputi:
a.
Siswa
bergairah dan taat beribadah, berdzikir, berdo’a serta mampu menjadi imam.
b.
Siswa
mampu membaca Al-Qur'an dan menulisnya dengan benar serta berusaha memahami
kandungan makna, terutama yang berkaitan dengan IPTEK.
c.
Siswa
memiliki kepribadian muslim (berakhlak mulia).
d.
Siswa
memahami, menghayati dan mengambil manfaat dari tarikh islam.
e.
Siswa
mampu menerapkan prinsip-prinsip muamalah islam dengan baik dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Tujuan
a.
Tujuan
umum: meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang ajaran
agama islam sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
b.
Tujuan
khusus: memperdalam, memantapkan dan meningkatkan penghayatan ajaran agama
islam khususnya tentang keimanan, ibadah, akhlak dan Al-Qur'an. Serta
menerapkan dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dalam
rangka membentuk mental spiritual yang tangguh, memiliki kepribadian yang kokoh
dan mampu menghadapi tantangan-tantangan negatif baik yang datang dari dalam
dirinya maupun dari luar dirinya.
c.
Sasaran:
siswa SD, SLTP, SMU/SMK yang berada dalam lingkungan pembinaan direktorat
jenderal pendidikan dasar dan menengah, departemen pendidikan dan kebudayaan
RI.
Untuk siswa SD diutamakan kelas V, sedangkan untuk siswa
SLTP,SMU/SMK diutamakan kelas II.
Program
Keberadaan program pesantren kilat dilihat dari susunan programnya
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Perencanaan
program
a.
Ketenagaan:
pembina, panitia, pengajar, pengawas serta unsur pendukung dari keluarga dan
masyarakat.
b.
Peserta
didik: siswa SD, SLTP, dan SMU/SMK.
c.
Bahan
pelajaran: keimanan, ibadah, akhlak, Al-Qur'anak, muamalah, tarikh metode
materi lain yang menunjang tercapainya tujuan pesantren kilat.
d.
Sarana
dan prasarana:
·
Sarana:
buku-buku, perlengkapan ibadah, perlengkapan makan minum, alat tranportasi,
media pendidikan dan alat-alat olah raga/kesenian.
·
Prasarana:
masjid/musholla dan sekolah, ruang belajar, ruang tidur, tempat masak, MCK dan
tempat olah raga/bermain dan lain-lain.
Metode Pengajaran
·
Untuk
mengajarkan Al-Qur'an dilakukan tahapan-tahapan yang meliputi: ceramah
klasikan, penugasan dan tanya jawab.
·
Untuk
mengajarkan ibadah shalat dapat digunakan perpaduan metode: ceramah, penugasan,
tanggung jawab dan demonstrasi.
·
Untuk
mengajarkan keimanan dapat digunakan perpaduan metode: ceramah, penugasan,
tanya jawab dan diskusi.
·
Untuk
mengajarkan akhlak dapat digunakan perpaduan metode: ceramah, tanya jawab dan
demonstrasi.
KESIMPULAN
ü Sebagai pengajaran, peran orang lain seperti sekolah dan guru
hanyalah terbatas, terutama kepada segi-segi pengetahuan dan bersifat kognitif,
meskipun tidak berarti tidak ada sekolah atau guru yang juga sekaligus berhasil
memerankan pendidikan yang lebih bersifat afektif. Namun jelas bahwa segi
afektif itu akan lebih mendalam diperoleh anak di rumah tangga, melalui orang
tua dan suasana umum kerumahtanggaan itu sendiri.
ü Jadikanlah ajaran agama sebagai sumber motivasi yang positif untuk
semangat pembaharuan hidup yang menyejukkan hati dan menyegarkan pikiran yang
kreatif. Insya Allah dengan cara demikian umat islam dengan agamanya dan mampu
berperan dalam proses pembangunan masyarakat dalam segala lingkungan.
ü Melalui pendidikan luar sekolah diharapkan semua peserta didik
dapat memanfaatkannya. Karena dengan adanya beberapa contoh pendidikan luar
sekolah tersebut, maka peserta didik lebih mudah memilih cara apa yang cocok
dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya. Sehingga peserta didik menjadi
seseorang yang memiliki semangat belajar atau semangat menuntut ilmu yang
tinggi. Dibekali dengan ilmu agama, agar mereka dapat berpegang teguh kepada
kebenaran yang telah diajarkan oleh agama. Dan menjadi peserta didik yang
berguna bagi agama, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Taqiyuddin Masyhuri, PAI Luar Sekolah Teori dan Konsep,
Divisi Puslitbang, Stain Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar