MUQADDIMAH
Setiap orang
beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini, ia akan hidup
dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pencipta-Nya, Allah SWT.
Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga amal dan bekalnya. Setiap
orang yang berimanpun amat menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya
tinggal di dunia ini. Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan
menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan berlawanan
sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman.
Pada hakikatnya sesungguhnya Allah SWT. menciptakan jin dan
manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Maka selayaknya kita
sebagai hamba Allah SWT. harus benar-benar ta’at kepada segala perintah-Nya,
dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
Tidak bisa
dipungkiri bahwa untuk menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Dan untuk
memperoleh derajat yang tinggi disisi Allah SWT. tentunya melewati beberapa
rintangan. Sesungguhnya setan tidak pernah bosan dan tidak pula letih dalam
memperdaya manusia. Ada tujuh jalan yang darinya setan dapat masuk ke dalam
hati dan memperdayainya.
Pertama,
berpalingnya seseorang dalam melakukan amal kebajikan. Contoh: engkau berniat
untuk melakukan suatu amal kebajikan. Adzan shubuh berkumandang. “Bangun dan
Shalatlah!”. “Tetapi engkau letih, tidurlah.. Allah SWT. maha pengampun lagi
maha penyayang!”. Bisikan ini telah menghilangkan keinginan untuk melakukan
kebajikan.
Kedua,
menunda-nunda untuk melakukan kebajikan. Contoh: “sebentar lagi…nanti, besok
saja…!”, “InsyaAllah nanti aku akan bertaubat, aku akan menjaga shalat”.
Ketiga,
riya. Setan akan berkata kepadamu, “berbuatlah kebajikan ini dan itu, tetapi
biarkan manusia melihatmu. Perlihatkan kebajikanmu kepada manusia!”
Keempat,
tergesa-gesa dalam ketaatan. Setan akan berkata kepadamu, “Ya Allah, cepatlah!
Selesaikan sekarang juga! Shalatlah dua raka’at secepat mungkin. Sungguh Allah
SWT. Maha Mendengar dan Maha Mengetahui siapa yang memuji-Nya, ingat.., sekian
raka’at saja dan cepatlah..!!!
Kelima,
ujub. Setanpun berkata kepadamu, “Siapakah orang sepertimu saat ini! Lihatlah
diakhir zaman, bagaimana orang-orang shalat?”
Keenam,
lintasan-lintasan dalam masalah aqidah.
Ketujuh,
tipu daya pada saat-saat tertentu.
Ketujuh
perkara yang telah disebutkan tadi hanya sedikit contoh dari beberapa perkara
yang hanya mementingkan dunia saja tanpa memikirkan kehidupan akhirat, dan
menyangkut masalah hubungan antara hamba dan pencipta-Nya, mudah-mudah kita dapat
terhindar itu semua. Karena sesungguhnya kadang kita tidak menyadari bahwa kita
memiliki musuh nyata yang tinggal di dalam diri kita. Maka dari itu jika hal
tersebut terjadi maka mohon perlindungan kepada Allah SWT. serta perbanyak
dzikir kepada Allah SWT. dan bertaubatlah.
Mari kita
cari makna kelezatan yang melebihi kelezatan yang dirasakan oleh para raja.
Dengan tujuan mengharap ridho dari Allah SWT. semata, dan tidak terlena serta
tertipu oleh buaian-buaian dunia yang semata hanyalah bagaikan fatamorgana,
yang pada akhirnya kita mengabaikan persiapan kita menuju tempat yang abadi,
yaitu akhirat.. Na’udzubillaah min dzaalik…
Semoga kita tergolong hamba Allah SWT. yang ta’at, patuh
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya, serta takut akan
adzab Allah SWT. yang sangat pedih di akhirat kelak. Amiin. Sehingga kita dapat
memperbaiki diri waktu demi waktu hingga akhirnya tiba saat yang tidak akan
bisa untuk dipungkiri, yaitu kematian yang pasti.
|
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG AKHIRAT
A.
Surat Al A’laa ayat 16-17
ö@t/
tbrãÏO÷sè?
no4quysø9$#
$u÷R9$#
ÇÊÏÈ äotÅzFy$#ur
×öyz
#s+ö/r&ur
ÇÊÐÈ
Terjemahan kata-kata
s+ö/r&
= lebih kekal
|
brãÏO÷sè?
= kamu
(orang-orang kafir) memilih
|
Terjemahan
“Tetapi kamu
(orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah
lebih baik dan lebih kekal.”
·
Ayat ini tidak ada
Asbabun Nuzulnya.
Penjelasan
ö@t/
tbrãÏO÷sè?
no4quysø9$#
$u÷R9$#
Menurut Ibnu Katsir, maksud dari ayat tersebut adalah “Kalian
mengutamakan kehidupan duniawi daripada urusan akhirat. Kalian mengutamakan
kehidupan duniawi daripada sesuatu yang memberikan kalian manfaat dan kebaikan
di dunia dan di akhiratmu”. Ayat-ayat di atas mengecam manusia secara umum dan
orang-orang kafir secara khusus.
Kata
tu’tsirun terambil dari kata atsara yang berarti
mengambil sesuatu tanpa mengambil yang lain, sehingga terasa ada semacam
penilaian keistimewaan tersendiri pada sesuatu yang diambil itu, keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh yang lain. Dalam bahasa Arab dikenal kata-kata ista’tsara
Allahu bi-fulan. Maksudnya Allah memilihnya (mematikannya) karena adanya
keistimewaan pada yang wafat itu yang tidak dimiliki oleh orang-orang lain
ketika itu.
Kata
ad-dunya terambil dari kata danaa yang berarti dekat
atau dari kata dani yang berarti hina. Arti pertama
menggambarkan kehidupan dunia adalah kehidupan yang dekat serta dini dan
dialami sekarang, sedangkan kehidupan akhirat adalah kehidupan jauh dan akan
datang. Dari sini dapat dimengerti mengapa ditemukan puluhan ayat yang
memperingatkan tentang hakikat kehidupan duniawi dan sifatnya yang sementara
agar keindahannya tidak menghambat perjalanan menuju Allah SWT.
Al-Qur’an ketika menguraikan sifat kesementaraan dari dunia
dan kedekatannya bukan berarti meremehkan kehidupan-kehidupan dunia atau
menganjurkan untuk meninggalkan dan tidak memperhatikannya, tetapi mengingatkan
manusia akan kesementaraan itu sehingga tidak hanya berusaha memperoleh
kenikmatan dan gemerlap duniawi serta mengabaikan kehidupan kekal. Hal ini
terbukti dengan anjuran Al-Qur’an menjadikan dunia sebagai sarana menuju
kehidupan di akhirat.
Jika demikian ayat 16 ini tidak ditujukan kepada orang-orang
yang beriman dan yang mengambil pelajaran dan peringatan-peringatan Allah, serta
menghimpun kebahagiaan dunia dan akhirat saja, tetapi ditujukan kepada mereka yang
mengabaikan kehidupan akhirat atau mementingkan dunia semata-mata.
äotÅzFy$#ur
×öyz
#s+ö/r&ur
“Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal.”
Imabalan Allah di akhirat lebih baik daripada di dunia dan lebih kekal, karena dunia adalah daniyah (hina) dan fana’ , sementara akhirat adalah mulia dan kekal. Orang yang berakal tidak mengkin mengutamakan sesuatu yang sementara daripada sesuatu yang kekal.
Imabalan Allah di akhirat lebih baik daripada di dunia dan lebih kekal, karena dunia adalah daniyah (hina) dan fana’ , sementara akhirat adalah mulia dan kekal. Orang yang berakal tidak mengkin mengutamakan sesuatu yang sementara daripada sesuatu yang kekal.
Kata
khair/lebih baik dan abqa/lebih kekal menurut
Quraish Shihab keduanya berbentuk superlatitif. Ini memberi kesan perbandingan
dengan kehidupan duniawi, surga lebih baik dan kekal dibandingkan dengan
kenikmatan dunia. Ini berarti bahwa dunia pun mempunyai segi kebaikannya, namun
kehidupan akhirat kelak, jauh lebih baik dan kekal.
B.
Surat
Al Hadiid ayat 20
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ÖèO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1utIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3t $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ
Terjemahan kata-kata
ßkÍku=kering
|
Ò=Ïès9 =permainan
|
#vxÿóÁãB= warnanya kuning
|
×qølm; = yang melalaikan
|
$VJ»sÜãm=hancur
|
×puZÎ = perhiasan
|
፯tFtB=kesenangan
|
äz$xÿs?= bermegah-megahan
|
rãäóø9$#=yang
menipu
|
]øxî=hujan
|
Terjemahan
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
·
Ayat ini tidak ada
Asbabun Nuzulnya.
Penjelasan
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ÖèO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur (
Menurut Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah SWT. berfirman merendahkan dan menghinakan
kehidupan dunia. Yakni yang dihasilkan oleh kehidupan duniawi bagi
penghuninya sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Kata la’ibun yang biasa diterjemahkan permainan digunakan
oleh Al Quran dalam arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya bukan
untuk suatu tujuan yang wajar, dalam arti membawa manfaat atau mencegah
madharat. Artinya permainan tersebut dilakukan tanpa tujuan dan hanya digunakan
untuk menghabiskan waktu.
Sementara itu kata lahwun artinya suatu
perbuatan yang mengakibatkan kelengahan pelakunya dari pekerjaan yang
bermanfaat atau lebih bermanfaat dan penting daripada yang sedang dilakukannya
itu.
Dalam kitab Al Jalalain Juz Tsany, diterangkan bahwa lafadz ziinah
yang berarti perhiasan.
Apabila manusia berada dalam keta’atan, maka Allah SWT. akan
memudahkan dalam menjalankan segala urusan yang berhubungan dengan akhirat.
È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR
Menurut Ibnu Katsir, Allah ta’ala memberikan perumpamaan
kehidupan dunia seperti tanaman yang tumbuh kerena turunnya hujan, sehingga
mengagumkan para petani yang melihatnya. Maka seperti para petani yang kagum
dengan tanaman-tanaman itu, kehidupan dunia juga telah membuat orang kafir
terkagum-kagum, karena mereka adalah orang yang paling rakus terhadap dunia.
Dijelaskan pula masih dalam kitab Al Jalalain Juz Tsany
halaman 210, disitu dijelaskan bahwa lafadz ghaits berarti hujan,
sedangkan lafadz al kuffaar berarti para petani.
Quraish Shihab menjelaskan mengapa kata al
kuffaar diartikan petani. Dia Mengatakan bahwa kata al kuffaar
adalah jamak dari kata kaafir. Kata ini terambil dari kata kafara
yang berarti menutup. Maksudnya adalah para petani, karena mereka menanam
benih dengan cara menutupnya dengan tanah.
§NèO ßkÍku çm1utIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3t $VJ»sÜãm (
Maksudnya tanaman itu berubah menjadi kuning setelah
sebelumnya berwarna hijau, kemudian menjadi kering, lapuk dan akhirnya hancur.
Seperti itulah kehidupan dunia mulanya muda belia, kemudian dewasa, dan
akhirnya menjadi tua, lemah tak berdaya dan akhirnya mati.
Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$#
Maknanya bahwa di akhirat hanya ada adzab yang pedih atau
ampunan dan keridhaan Allah SWT. Kehidupan dunia ini hanya kesenangan yang fana
yang menipu siapa saja yang cenderung kepadanya. Sehingga banyak manusia yang
tertipu dan lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat,
bahkan ada sebagian manusia yang mengingkari adanya kehidupan akhirat.
KESIMPULAN
Pada Surat Al A’laa ayat 16-17 dapat disimpulkan bahwa:
Kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal abadi, jadi
jangan hanya mementingkan urusan dunia saja, akan tetapi urusan akhirat juga
harus selalu diperhatikan, untuk bekal nanti, agar selamat dan bahagia di
akhirat kelak.
Sedangkan
pada Surat Al Hadiid ayat 20, kesimpulannya adalah:
Jangan mudah tertipu oleh rayuan dunia. Karena segala yang
ada di dunia ini sifatnya hanya sementara.
Barangsiapa yang hanya mementingkan urusan dunia saja tanpa
memikirkan urusan akhirat, maka celakalah orang tersebut dan adzab Allah SWT.
sangatlah pedih.
Barangsiapa yang bertaubat atas segala kesalahannya dan ingin
kembali kepada jalan yang lurus, maka Allah SWT. ridho dan Allah SWT. Maha
Pengampun.
Kita dituntut untuk dapat menundukkan pandangan mata dan hati
kita, dari gemerlapnya dunia yang palsu serta hanya untuk memperdayai jiwa
kita. Dan kita harus memiliki prinsip “Nanti Bagaimana? Jangan, Bagaimana
nanti.”
Wallahu a’lam bishshowab
JJJ
DAFTAR PUSTAKA
Al Hafizh ‘Imaduddin Abu Al Fida’ Ismail, Tafsir Ibnu
Katsir, Penerjemah, Farizal Tirmidzi. Tafsir Juz ‘Amma. Jakarta: Pustaka
Azzam, Cet,11.2007
Abdullah bin Muhammad ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir
Ibnu Katsir ; Penerjemah, M. Abdul Ghafar E.M. Et All. Bogor: Pustaka Imam
Syafi’i, Cet. III.2004
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta:Lentera
Hati.2002
M.Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan , dan
Keserasian Al Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.2002
Syaikh Imam Al-Qurthubi; Penerjemah, Akhmad Khotib. Al
Jami’ Li’ahkam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Azzam.2009
Al ‘Allaamah Al Jalaluddiin Muhammad Bin Ahmad Al Mahally dan
Syaikh Jalaluddiin ‘Abdurrahman Bin Abu Bakar As Suyuthy, Tafsir Al Qur’an
Al ‘Azhiim Imam Al Jalalain. Daar Ihya’ Al Kutub Al ‘Arobiyyah.
Al Qur’an dan Terjemah Bahasa Indonesia Jilid 3, 2004
Majalah Kisah Islami, AlKisah Edisi No. 03/Tahun
X/6-19 Februari 2012, PT. Dian Rakyat Jakarta
Majalah Kisah Islami, AlKisah Edisi No 04/Tahun X/20
Februari-4 Maret 2012, PT. Dian Rakyat Jakarta
Majalah Kisah Islami, AlKisah Edisi No 05/Tahun X/5-18
Maret 2012, PT. Dian Rakyat Jakarta